Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Saat
ini kita akan membahas pembahasan menarik mengenai sujud sahwi, sujud
karena lupa. Kami akan sajikan dengan sederhana supaya lebih memahamkan
pembaca sekalian. Panduan sujud sahwi ini akan kami bagi menjadi
beberapa seri tulisan. Semoga bermanfaat.
Definisi Sujud Sahwi
Sahwi secara bahasa bermakna lupa atau lalai.[1] Sujud
sahwi secara istilah adalah sujud yang dilakukan di akhir shalat atau
setelah shalat untuk menutupi cacat dalam shalat karena meninggalkan
sesuatu yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang dengan
tidak sengaja.[2]
Pensyariatan Sujud Sahwi
Para
ulama madzhab sepakat mengenai disyariatkannya sujud sahwi. Di antara
dalil yang menunjukkan pensyariatannya adalah hadits-hadits berikut ini.
Hadits-hadits ini pun nantinya akan dijadikan landasan dalam pembahasan
sujud sahwi selanjutnya.
Pertama: Hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
نُودِىَ بِالأَذَانِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ لَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ
يَسْمَعَ الأَذَانَ فَإِذَا قُضِىَ الأَذَانُ أَقْبَلَ فَإِذَا ثُوِّبَ
بِهَا أَدْبَرَ فَإِذَا قُضِىَ التَّثْوِيبُ أَقْبَلَ يَخْطُرُ بَيْنَ
الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُولُ اذْكُرْ كَذَا اذْكُرْ كَذَا. لِمَا لَمْ
يَكُنْ يَذْكُرُ حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِى كَمْ صَلَّى
فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ كَمْ صَلَّى فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ
وَهُوَ جَالِسٌ
“Apabila
adzan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil kentut hingga dia
tidak mendengar adzan tersebut. Apabila adzan selesai dikumandangkan,
maka ia pun kembali. Apabila dikumandangkan iqomah, setan pun berpaling
lagi. Apabila iqamah selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan
melintas di antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, “Ingatlah
demikian, ingatlah demikian untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak
mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui
berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak
mengetahui berapa rakaat dia shalat, hendaklah dia bersujud dua kali
dalam keadaan duduk.” (HR. Bukhari no. 1231 dan Muslim no. 389)
Kedua: Hadits Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
شَكَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ
أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ
يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا
شَفَعْنَ لَهُ صَلاَتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لأَرْبَعٍ
كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
“Apabila
salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak mengetahui
berapa rakaat dia shalat, tiga ataukah empat rakaat maka buanglah
keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum
salam. Jika ternyata dia shalat lima rakaat, maka sujudnya telah
menggenapkan shalatnya. Lalu jika ternyata shalatnya memang empat
rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim no. 571)
Ketiga: Hadits Abu Hurairah, ia berkata,
صَلَّى
بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِحْدَى
صَلَاتَيْ الْعَشِيِّ إِمَّا الظُّهْرَ وَإِمَّا الْعَصْرَ فَسَلَّمَ فِي
رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَتَى جِذْعًا فِي قِبْلَةِ الْمَسْجِدِ فَاسْتَنَدَ
إِلَيْهَا مُغْضَبًا وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرَ فَهَابَا أَنْ
يَتَكَلَّمَا وَخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ قُصِرَتْ الصَّلَاةُ فَقَامَ ذُو
الْيَدَيْنِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَقُصِرَتْ الصَّلَاةُ أَمْ
نَسِيتَ فَنَظَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمِينًا
وَشِمَالًا فَقَالَ مَا يَقُولُ ذُو الْيَدَيْنِ قَالُوا صَدَقَ لَمْ
تُصَلِّ إِلَّا رَكْعَتَيْنِ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ
كَبَّرَ وَرَفَعَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami
kami shalat pada salah satu dari dua shalat petang, mungkin shalat
Zhuhur atau Ashar. Namun pada raka’at kedua, beliau sudah mengucapkan
salam. Kemudian beliau pergi ke sebatang pohon kurma di arah kiblat
masjid, lalu beliau bersandar ke pohon tersebut dalam keadaan marah. Di
antara jamaah terdapat Abu Bakar dan Umar, namun keduanya takut
berbicara. Orang-orang yang suka cepat-cepat telah keluar sambil
berujar, “Shalat telah diqoshor (dipendekkan).” Sekonyong-konyong Dzul
Yadain berdiri seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah shalat dipendekkan ataukah anda lupa?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menengok ke kanan dan ke kiri, lalu bersabda, “Betulkan apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain tadi?” Jawab mereka, “Betul, wahai Rasulullah. Engkau shalat hanya dua rakaat.”
Lalu beliau shalat dua rakaat lagi, lalu memberi salam. Sesudah itu
beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau
bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya.
Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari no. 1229 dan
Muslim no. 573)
Keempat: Hadits ‘Imron bin Hushain.
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى الْعَصْرَ فَسَلَّمَ فِى
ثَلاَثِ رَكَعَاتٍ ثُمَّ دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ
يُقَالُ لَهُ الْخِرْبَاقُ وَكَانَ فِى يَدَيْهِ طُولٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ. فَذَكَرَ لَهُ صَنِيعَهُ. وَخَرَجَ غَضْبَانَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ
حَتَّى انْتَهَى إِلَى النَّاسِ فَقَالَ « أَصَدَقَ هَذَا ». قَالُوا
نَعَمْ. فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ
سَلَّمَ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat ‘Ashar lalu beliau salam
pada raka’at ketiga. Setelah itu beliau memasuki rumahnya. Lalu seorang
laki-laki yang bernama al-Khirbaq (yang tangannya panjang) menghadap
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya, “Wahai Rasulullah!” Lalu ia
menyebutkan sesuatu yang dikerjakan oleh beliau tadi. Akhirnya, beliau
keluar dalam keadaan marah sambil menyeret rida’nya (pakaian bagian
atas) hingga berhenti pada orang-orang seraya bertanya, “Apakah benar
yang dikatakan orang ini?“ Mereka menjawab, “Ya benar”. Kemudian beliau
pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau
salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud.
Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim n o. 574)
Kelima: Hadits ‘Abdullah bin Buhainah.
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِي صَلَاةِ
الظُّهْرِ وَعَلَيْهِ جُلُوسٌ فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ
سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ
يُسَلِّمَ وَسَجَدَهُمَا النَّاسُ مَعَهُ مَكَانَ مَا نَسِيَ مِنْ
الْجُلُوسِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat Zhuhur namun
tidak melakukan duduk (tasyahud awal). Setelah beliau menyempurnakan
shalatnya, beliau sujud dua kali, dan beliau bertakbir pada setiap akan
sujud dalam posisi duduk sebelum. Beliau lakukan seperti ini sebelum
salam. Maka orang-orang mengikuti sujud bersama beliau sebagai ganti
yang terlupa dari duduk (tasyahud awal).” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)
Keenam: Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud.
صَلَّى
بِنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَمْسًا فَقُلْنَا يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَزِيدَ فِى الصَّلاَةِ قَالَ « وَمَا ذَاكَ ». قَالُوا
صَلَّيْتَ خَمْسًا. قَالَ « إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَذْكُرُ
كَمَا تَذْكُرُونَ وَأَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ ». ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَىِ
السَّهْوِ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami lima raka’at.
Kami pun mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menambah dalam
shalat?” Lalu beliau pun mengatakan, “Memang ada apa tadi?” Para sahabat
pun menjawab, “Engkau telah mengerjakan shalat lima raka’at.” Lantas
beliau bersabda, “Sesungguhnya aku hanyalah manusia semisal kalian. Aku
bisa memiliki ingatan yang baik sebagaimana kalian. Begitu pula aku bisa
lupa sebagaimana kalian pun demikian.” Setelah itu beliau melakukan dua
kali sujud sahwi.” (HR. Muslim no. 572)
Lalu apa hukum sujud sahwi?
Mengenai
hukum sujud sahwi para ulama berselisih menjadi dua pendapat, ada yang
mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunnah. Pendapat yang
lebih kuat dalam masalah ini dan lebih menentramkan hati adalah pendapat
yang menyatakan wajib. Hal ini disebabkan dua alasan:
- Dalam hadits yang menjelaskan sujud sahwi seringkali menggunakan kata perintah. Sedangkan kata perintah hukum asalnya adalah wajib.
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukan sujud sahwi –ketika ada sebabnya- dan tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan bahwa beliau pernah meninggalkannya.
Pendapat
yang menyatakan wajib semacam ini dipilih oleh ulama Hanafiyah, salah
satu pendapat dari Malikiyah, pendapat yang jadi sandaran dalam madzhab
Hambali, ulama Zhohiriyah dan dipilih pula oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah.[3]
Sebab Adanya Sujud Sahwi
Pertama: Karena adanya kekurangan.
Rincian 1: Meninggalkan rukun shalat[4] seperti lupa ruku’ dan sujud.
- Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya sebelum memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka hendaklah ia mengulangi rukun yang ia tinggalkan tadi, dilanjutkan melakukan rukun yang setelahnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir shalat.
- Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya setelah memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka raka’at sebelumnya yang terdapat kekurangan rukun tadi jadi batal. Ketika itu, ia membatalkan raka’at yang terdapat kekurangan rukunnya tadi dan ia kembali menyempurnakan shalatnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir shalat.
- Jika lupa melakukan melakukan satu raka’at atau lebih (misalnya baru melakukan dua raka’at shalat Zhuhur, namun sudah salam ketika itu), maka hendaklah ia tambah kekurangan raka’at ketika ia ingat. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi sesudah salam.[5]
Rincian 2: Meninggalkan wajib shalat[6] seperti tasyahud awwal.
- Jika meninggalkan wajib shalat, lalu mampu untuk kembali melakukannya dan ia belum beranjak dari tempatnya, maka hendaklah ia melakukan wajib shalat tersebut. Pada saat ini tidak ada kewajiban sujud sahwi.
- Jika meninggalkan wajib shalat, lalu mengingatnya setelah beranjak dari tempatnya, namun belum sampai pada rukun selanjutnya, maka hendaklah ia kembali melakukan wajib shalat tadi. Pada saat ini juga tidak ada sujud sahwi.
- Jika ia meninggalkan wajib shalat, ia mengingatnya setelah beranjak dari tempatnya dan setelah sampai pada rukun sesudahnya, maka ia tidak perlu kembali melakukan wajib shalat tadi, ia terus melanjutkan shalatnya. Pada saat ini, ia tutup kekurangan tadi dengan sujud sahwi.
Keadaan tentang wajib shalat ini diterangkan dalam hadits Al Mughirah bin Syu’bah. Ia mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا
فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلاَ يَجْلِسْ وَيَسْجُدْ
سَجْدَتَىِ السَّهْوِ
“Jika
salah seorang dari kalian berdiri dari raka’at kedua (lupa tasyahud
awwal) dan belum tegak berdirinya, maka hendaknya ia duduk. Tetapi jika
telah tegak, maka janganlah ia duduk (kembali). Namun hendaklah ia sujud
sahwi dengan dua kali sujud.” (HR. Ibnu Majah no. 1208 dan Ahmad 4/253)
Rincian 3: Meninggalkan sunnah shalat[7].
Dalam keadaan semacam ini tidak perlu sujud sahwi, karena perkara sunnah tidak mengapa ditinggalkan.
Kedua: Karena adanya penambahan.
- Jika seseorang lupa sehingga menambah satu raka’at atau lebih, lalu ia mengingatnya di tengah-tengah tambahan raka’at tadi, hendaklah ia langsung duduk, lalu tasyahud akhir, kemudian salam. Kemudian setelah itu, ia melakukan sujud sahwi sesudah salam.
- Jika ia ingat adanya tambahan raka’at setelah selesai salam (setelah shalat selesai), maka ia sujud ketika ia ingat, kemudian ia salam.
Pembahasan ini dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ
لَهُ أَزِيدَ فِى الصَّلاَةِ فَقَالَ « وَمَا ذَاكَ » . قَالَ صَلَّيْتَ
خَمْسًا . فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat Zhuhur lima
raka’at. Lalu ada menanyakan kepada beliau, “Apakah engkau menambah
dalam shalat?” Beliau pun menjawab, “Memangnya apa yang terjadi?” Orang
tadi berkata, “Engkau shalat lima raka’at.” Setelah itu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sujud dua kali setelah ia salam tadi.” (HR. Bukhari no. 1226 dan Muslim no. 572)
Ketiga: Karena adanya keraguan.
- Jika ia ragu-ragu –semisal ragu telah shalat tiga atau empat raka’at-, kemudian ia mengingat dan bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang ia anggap yakin. Kemudian ia nantinya akan melakukan sujud sahwi sesudah salam.
- Jika ia ragu-ragu –semisal ragu telah shalat tiga atau empat raka’at-, dan saat itu ia tidak bisa menguatkan di antara keragu-raguan tadi, maka ia pilih yang ia yakin (yaitu yang paling sedikit). Kemudian ia nantinya akan melakukan sujud sahwi sebelum salam.
Mengenai
permasalahan ini sudah dibahas pada hadits Abu Sa’id Al Khudri yang
telah lewat. Juga terdapat dalam hadits ‘Abdurahman bin ‘Auf, ia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
سَهَا أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ فَلَمْ يَدْرِ وَاحِدَةً صَلَّى أَوْ
ثِنْتَيْنِ فَلْيَبْنِ عَلَى وَاحِدَةٍ فَإِنْ لَمْ يَدْرِ ثِنْتَيْنِ
صَلَّى أَوْ ثَلاَثًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثِنْتَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَدْرِ
ثَلاَثًا صَلَّى أَوْ أَرْبَعًا فَلْيَبْنِ عَلَى ثَلاَثٍ وَلْيَسْجُدْ
سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ
“Jika
salah seorang dari kalian merasa ragu dalam shalatnya hingga tidak tahu
satu rakaat atau dua rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaknya ia
hitung satu rakaat. Jika tidak tahu dua atau tiga rakaat yang telah ia
kerjakan, maka hendaklah ia hitung dua rakaat. Dan jika tidak tahu tiga
atau empat rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung tiga
rakaat. Setelah itu sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Tirmidzi no. 398 dan Ibnu Majah no. 1209. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 1356)
Yang perlu diperhatikan: Seseorang tidak perlu memperhatikan keragu-raguan dalam ibadah pada tiga keadaan:
- Jika hanya sekedar was-was yang tidak ada hakikatnya.
- Jika seseorang melakukan suatu ibadah selalu dilingkupi keragu-raguan, maka pada saat ini keragu-raguannya tidak perlu ia perhatikan.
- Jika keraguan-raguannya setelah selesai ibadah, maka tidak perlu diperhatikan selama itu bukan sesuatu yang yakin.
Demikian
serial pertama mengenai sujud sahwi dari rumaysho.com. Adapun mengenai
tatacara sujud sahwi, bacaan di dalamnya dan permasalahan-permasalahn
seputar sujud sahwi, akan kami bahas pada kesempatan selanjutnya insya
Allah. Semoga Allah mudahkan.
Artikel www.rumaysho.com
Panggang-GK, 22 Jumadits Tsani 1431 H (04/06/2010)
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Lisanul ‘Arob, Muhammad bin Makrom binn Manzhur Al Afriqi Al Mishri, 14/406, Dar Shodir.
[2] Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/459, Al Maktabah At Taufiqiyah.
[3] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/ 463.
[4] Yang
dimaksud dengan rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan
yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada,
maka shalat pun tidak teranggap secara syar’i dan juga tidak bisa
diganti dengan sujud sahwi.
Meninggalkan rukun shalat ada dua bentuk.
Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulama.
Kedua: Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian,
–
Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk
melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama.
–
Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka shalatnya batal menurut
ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama)
berpendapat bahwa raka’at yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.
–
Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalatnya harus
diulangi dari awal lagi karena ia tidak memasuki shalat dengan benar.
(Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/313-314)
[5] Keadaan semacam ini sudah dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah tentang Dzul Yadain yang telah lewat.
[6] Yang
dimaksud wajib shalat adalah perkataan atau perbuatan yang diwajibkan
dalam shalat. Jika wajib shalat ini lupa dikerjakan, bisa ditutup dengan
sujud sahwi. Namun jika wajib shalat ini ditinggalkan dengan sengaja,
shalatnya batal jika memang diketahui wajibnya. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/328)
[7] Yang
dimaksud sunnah shalat adalah perkataan atau perbuatan yang dianjurkan
untuk dilakukan dalam shalat dan yang melakukannya akan mendapatkan
pahala. Jika sunnah shalat ini ditinggalkan tidak membatalkan shalat
walaupun dengan sengaja ditinggalkan dan ketika itu pun tidak diharuskan
sujud sahwi. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/336)
Read more https://rumaysho.com/1064-panduan-sujud-sahwi-1-hukum-dan-sebab-adanya-sujud-sahwi.html
0 komentar:
Posting Komentar