Rabu, 15 November 2017

SHOLAT SHUBUH DAN ASHAR SAJA PASTI MASUK SURGA?


SHOLAT SHUBUH DAN ASHAR SAJA PASTI MASUK SURGA?
Dari 'Imarah bin Ru'abiah rodiallahu anha. Ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu  alaihi  wa  sallam   bersabda "tidak akan masuk neraka seseorang yang sholat sebelum  terbit matahari dan sebelum terbenamnya" HR Muslim, Ahmad dan Abu Dawud.
1. Apakah hadits ini shahih?
2. Kalau shahih. Bagaimana penjelasan hadits ini terkait orang yang hanya melakukan sholat di dua waktu itu saja, tidak sholat di lain waktu dan juga perilaku orang yang menyimpang sunnah..
➖➖➖
JAWABAN
Redaksinya dalam lafazh muslim

لن يلج النار أحد صلى قبل طلوع الشمس وقبل غروبها

Tidak akan tersentuh api neraka seseorang yang melakukan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya. 
Hadits tersebut shahih. 
Dan yang dimaksud adalah SHOLAT SHUBUH dan SHOLAT ASHAR.
Penjelasan hadits :
Frase لن يلج النار (tidak akan tersentuh neraka), maksudnya adalah

لن يدخل النار أصلاً

Tidak akan masuk neraka secara asal

وقيل لن يدخلها دخولاً مؤبداً.

Ada juga yg berpendapat  tidak masuk neraka secara abadi/kekal.
Kenapa hanya 2 sholat yang disebutkan? 
Yaitu shubuh dan ashar?
Para ulama menjelaskan

أن من حافظ على الفجر وهي وقت لذة نوم، وعلى العصر وهي وقت نوم أو شغل كان لما سواهما أشد محافظة، وإذا حافظ على الصلوات الخمس منعته عن الفحشاء والمنكر، وبذلك تكفر صلاته سيئاته فيدخل الجنة وينجو من النار.

Bahwa orang yang menjaga waktu sholat shubuh karena waktu tsb adalah waktu enak-enaknya tidur, sedangkan waktu ashar itu bisa jadi waktu tidur atau waktu asyik sibuk bekerja, dan dua waktu inilah yang paling berat untuk dijaga (sehingga org yang bisa menjaga 2 waktu ini, tidak akan terluput dari waktu sholat lainnya). Dan apabila seseorang telah menjaga sholat 5 waktunya, maka akan mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar. Dengan demikian sholatnya tersebut telah menggugurkan dosanya, memasukkannya ke surga dan menyelamatkannya dari neraka.
❌ Bukan artinya hadits ini bermakna bahwa hanya dengan menjaga sholat shubuh dan ashar saja tidak akan masuk neraka.
❗ Ini pemahaman yang keliru. Sebab kita tidak boleh mengambil satu dalil dan menelantarkan dalil-dalil lainnya yang menjelaskan kewajiban shalat 5 waktu.
❗Ini pemahaman sesat dan malah mendekonstruksi Islam itu sendiri. Mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian, seperti orang Yahudi dan Syiah Rafidhah.
❗Selain itu, juga sholatnya haruslah dengan cara mengikuti cara sholat Nabi, bukan dilakukan dengan cara inovasi dan semisalnya, yang merupakan bid'ah dan menyimpang dari sunnah.
✅ Karena itu, hadits ini adalah TARGHIB (dorongan/anjuran kuat) agar kita menjaga sholat 5 waktu, terutama di waktu yang berat, yaitu waktu subuh dan ashar.
Jika waktu yang berat saja bisa kita kerjakan, apalagi waktu lainnya...
Wallahu a'lam.
✏️ Al-Ustâdz Abu Salma, Muhammad bin Burhan bin Yusuf

MEMEJAMKAN MATA DALAM SHALAT BUKAN TERMASUK SUNNAH NABI


MEMEJAMKAN MATA DALAM SHALAT BUKAN TERMASUK SUNNAH NABI

✍ Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata:

ولم يكن من هديه ﷺ تغميض عينيه في الصلاة.
"Bukan termasuk petunjuk beliau (Nabi) shallallahu alaihi was sallam memejamkan mata ketika shalat."

Zaadul Ma'ad, jilid 1 hlm. 294

Sumber || https://twitter.com/Arafatbinhassan/status/809522967046750208

HAKEKAT ORANG YANG BERAKAL

✍Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata:

اﻟﻌﺎﻗﻞ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﺤﺮﻣﻪ ﻧﺼﻴﺒﻪ ﻣﻦ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺣﻈﻪ ﻣﻦ اﻵﺧﺮﺓ.
"Orang yang berakal adalah orang yang bagian yang dia dapatkah di dunia tidak menghalangi dirinya dari mendapatkan kebahagiaan di akhirat."

Bahjatul Majalis, hlm. 117

Sumber || WhatsApp Salafy Indonesia

SHOLAWAT SEBELUM ADZAN


PERTANYAAN
Pertanyaan ustadz, apakah shalawat yg diputar di mesjid-mesjid ketika mau masuk waktu sholat itu ada dalilnya?
Dan apakah makna  di dalam shalawat itu benar?
Karena ana sering dtg ke mesjid lebih awal dari orang-orang dan ana dipertanyakan karna tidak memutar kaset di mesjid.

JAWABAN
Shalawat yang diputar tersebut awal munculnya hanyalah untuk diputar di subuh hari, lalu hingga saat ini lebih meluas sehingga setiap waktu shalat. Shalawat yang dikenal dengan *shalawat tarkhim* ini tidaklah ada asalnya dan baru muncul di generasi belakangan. Bahkan tidak ada satupun dalil yang menunjukkan adanya shalawat apapun sebelum adzan, bahkan ketika telah masuk waktu shalat.
Rasulullah ﷺ hanya memerintahkan langsung Bilal untuk mengumandangkan adzan.
Adapun dari sisi makna shalawat tersebut, maka ada beberapa konteks yang memiliki makna berlebihan terhadap Nabi ﷺ, seperti pada kalimat:

ﺍﻟﺼـــــﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴـــــﻼﻡ ﻋﻠﻴــــﻚ
ﻳـــﺎﻣﻦ ﺍﺳﺮﻯ ﺑﻚ ﺍﻟﻤﻬﻴﻤﻦ ﻟﻴـﻼ
ﻧﻠﺖ ﻣـــﺎ ﻧﻠﺖ ﻭﺍﻻﻧــــﺎﻡ ﻧﻴـــــﺎﻡ
ﻭﺗﻘﺪﻣﺖ ﻟﻠﺼـــــﻼﺓ ﻓﺼـــــــﻠﻰ
ﻛﻞ ﻣﻦ ﻓﻰ ﺍﻟﺴﻤـﺎﺀ ﻭﺍﻧﺖ ﺍﻻﻣﺎﻡ

"Shalawat dan salam atasmu, wahai yang memperjalankanmu di malam hari; Engkau memperoleh apa yang engkau telah peroleh, sedangkan manusia dalam keadaan tidur; Engkau maju untuk mengimami shalat, maka shalatlah seluruh yang ada di penjuru langit, sedangkan engkau adalah imamnya..."
Dan ditinjau dari sisi lain, sebenarnya sholawat ini tidak ada hubungannya dengan adzan atau shalat yang akan ditegakkan, maka sungguh perkara yang aneh jika hal ini ditetapkan sebagai keharusan sebelum memulai adzan dan semisalnya.
Wallohu a'lam.

Dijawab oleh :
Ustadz Fauzan Abu Muhammad Al-Kutawy Hafidzahullâh*
_______________
Mari Bergabung:
*Grup WhatsApp*
- 081242424 340 (Ikhwah)
- 081242424 550 (Akhwat) 
*Channel Telegram*
- http://goo.gl/LRtvQP
*FP Facebook*
- https://facebook.com/SilsilahDurus/

TIGA CARA YANG PALING JITU DALAM MENUNTUT ILMU


TIGA CARA YANG PALING JITU DALAM MENUNTUT ILMU

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

✅ Menuntut ilmu agama adalah ibadah yang sangat mulia. Bahkan Allah ta'ala telah menetapkan bahwa seorang hamba tidak akan menggapai kebaikan apa pun tanpa mempelajari ilmu agama.
➡ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memahamkannya dengan agama.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiyallahu’anhu]
➡ Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqoloni Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

وَمَفْهُومُ الْحَدِيثِ أَنَّ مَنْ لَمْ يَتَفَقَّهْ فِي الدِّينِ أَيْ يَتَعَلَّمْ قَوَاعِدَ الْإِسْلَامِ وَمَا يَتَّصِلُ بِهَا مِنَ الْفُرُوعِ فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ

“Mafhum hadits ini adalah, siapa yang tidak melakukan tafaqquh fid diin (berusaha memahami agama), yaitu tidak mempelajari kaidah-kaidah Islam dan cabang-cabangnya maka sungguh ia telah diharamkan untuk meraih kebaikan.” [Fathul Baari, 1/165]
✅ Allah tabaraka wa ta'ala juga menjanjikan keutamaan yang besar di dunia dan akhirat bagi siapa yang menuntut ilmu agama, terutama melalui majelis ilmu.
➡ Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu agama, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga, dan tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di rumah Allah; membaca kitab Allah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dicurahkan kepada mereka rahmat, malaikat meliputi mereka dan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
✅ Bagaimana Cara Terbaik dalam Menuntut Ilmu Agama?
Faqihul ‘Ashr Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya:
Pertanyaan: Sarana apakah yang terbaik dalam menuntut ilmu yang bermanfaat?
Jawaban: Sarana-sarana menuntut ilmu banyak bentuknya di zaman modern ini, walhamdulillah. Diantaranya:
✅ [Pertama] Engkau menuntut ilmu dari seorang guru yang terpercaya dalam ilmu dan (amal) agamanya. Dan ini adalah sarana terbaik, terkuat dan terdekat untuk meraih ilmu.
✅ [Kedua] Engkau menuntut ilmu dari kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang amanah lagi terpercaya dalam ilmu dan agama mereka.
✅ [Ketiga] Engkau menuntut ilmu melalui kaset-kaset yang disebarkan para ulama yang terpercaya dalam ilmu dan amanah mereka.
➡ Inilah tiga cara yang memungkinkan untuk meraih ilmu.
 Dan yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah:
✅ [1] Kesungguhan,
✅ [2] Sabar dalam menuntut ilmu secara terus menerus,
✅ [3] Niat yang baik.
➡ Inilah sesungguhnya diantara sebab untuk meraih ilmu.
 [Majmu’ Fatawa wa Rosaail Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah, 26/148 no. 50]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Sumber:
https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/712732852209533
http://sofyanruray.info/tiga-cara-yang-paling-jitu-dalam-menuntut-ilmu/

Jumat, 18 Agustus 2017

BUKAN YANG TERBANYAK


BUKAN YANG TERBANYAK

 ‏قال العلامة ابن عثيمين رحمه الله :

" إصابةُ السنةِ أفضل من كثرة العمل، ولذا قال ﷻ: ﴿ليبلوكم أيكم أحسن عملا﴾ ولم يقل أكثر عملا "

  صفة الصلاة - ص١٧٩٠

Berkata Al-'allaamah IBNU UTSAIMIN - رحمه الله - :

Bersesuaian dengan sunnah itu lebih utama di bandingkan dengan banyaknya amalan,

Oleh karena itu Alloh - سبحانه وتعالى - Berfirman :

" untuk menguji kalian siapa yang paling baik amalannya "
(Al-mulk : 02)

Dan Alloh tidak firmankan : yang paling banyak amalannya.

( sifatu as-sholah 1790 )

Akhukum ABU SULAIMAN AL-MAIDANI

Kamis, 17 Agustus 2017

Ladang pahala


LADANG PAHALA YANG TERLUPAKAN
Teks Hadits

عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى أُمِّ مُبَشِّرٍ الْأَنْصَارِيَّةِ فِي نَخْلٍ لَهَا، فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ؟ أَمُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ؟» فَقَالَتْ: بَلْ مُسْلِمٌ، فَقَالَ: «لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا، وَلَا يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ، وَلَا دَابَّةٌ، وَلَا شَيْءٌ، إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً» رواه مسلم

Dari Jâbir bin Abdillah _radhiyallâhu anhu_, beliau bertutur, sesungguhnya Nabi _shallallâhu ’alaihi wa sallam_ memasuki sebuah kebun kurma milik Ummu Mubasysyir Al-Anshâriyyah, kemudian Nabi _shallallâhu ’alaihi wa sallam_ bertanya kepadanya,

يَا أُمَّ مَعْبَدٍ، مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَمُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ؟

“Wahai Ummu Ma'bad, siapa yang menanam pohon kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?”
(Ummu Mubasysyir) menjawab, “Bahkan seorang muslim.”
Maka beliau (shallallâhu ’alaihi wa sallam) bersabda,

لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا، وَلَا يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ، وَلَا دَابَّةٌ، وَلَا شَيْءٌ، إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً

“Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon, tidak pula memelihara sebuah tanaman, kemudian manusia, hewan, dan apapun makan dari (tanaman) itu, kecuali hal tersebut menjadi sedekah baginya.”
[Diriwayatkan oleh Muslim]
Masih hadits Jabir dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ

"Tidaklah seorang muslim menanam sebuah tanaman, kecuali bahwa apa-apa yang dimakan dari (tanaman) itu adalah sedekah untuknya, apa-apa yang dicuri dari (tanaman) itu adalah sedekah baginya, apa-apa yang dimakan dari (tanaman) itu oleh binatang buas adalah sedekah baginya, apa-apa yang dimakan oleh burung-burung adalah sedekah baginya, dan tidak siapapun yang mengambil dari (tanaman) itu, kecuali menjadi sedekah untuknya."
[Diriwayatkan oleh Muslim]

Makna Hadits
Hadits ini menjelaskan bahwa siapa saja yang menanam sebuah pohon atau tanaman apa saja, kemudian makhluk –baik manusia, hewan-hewan, burung-burung, binatang buas, atau apa saja- mengambil manfaat dari tanaman itu, hal tersebut akan terhitung sebagai sedekah dan pahala untuknya pada hari kiamat.
Namun, pahala ini hanya berlaku untuk seorang muslim yang menanam pohon, bukan untuk orang kafir.

Faedah dan Pelajaran
1. Keutamaan menanam pohon.
2. Keutamaan bercocok tanam.
3. Pohon dan tanaman serta manfaat yang keluar darinya akan menjadi amalan jariyyah hingga hari kiamat.
4. Pahala dan keutamaan hanya khusus untuk kaum muslimin.
5. Keutamaan tauhid dan keislaman, karena amalan tanpa tauhid dan keislaman tidaklah diterima.
6. Orang yang menjadi sebab kebaikan akan meraih pahala karena kebaikannya.
7. Anjuran Islam dalam hal penghijauan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
8. Mengandung dalil bagi ulama yang berpendapat bahwa mata pencaharian terbaik adalah dalam bercocok tanam.
9. Rahmat Allah berupa banyaknya pintu-pintu kebaikan.
10. Sebagian amalan yang mengandung maslahat dan manfaat bagi manusia menjadi pahala bagi pemiliknya, walaupun tidak dia niatkan.
Jika dia meniatkan sebagai kebaikan, tentunya akan menjadi kebaikan di atas kebaikan.
11. Rahmat kepada makhluk Allah.
Demikianlah riwayat yang semakna dibawakan oleh Imam Al-Bukhâriy dalam Bab "Rahmat kepada Manusia dan Hewan-Hewan".
12. Mengandung keterangan akan bolehnya seseorang memiliki mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam maupun selainnya.

13. Berisi anjuran bekerja dan beramal serta berpenghasilan dengan tangan sendiri, bukan pengangguran dan tanpa manfaat.
14. Mengandung keterangan bahwa siapa saja yang menanam tanaman di tanah orang, tanaman tersebut adalah milik si penanam, sedang pemilik tanah berhak meminta upah sewa atas penanaman di atas tanahnya. Demikian yang disebutkan oleh Ibnu Baththal dan selainnya.
15. Berisi keterangan bahwa seorang manusia kadang mendapat pahala dari hartanya yang dicuri atau hilang tanpa sepengetahuannya.
16. Hiburan dan kegembiraan terhadap harta yang berkurang, karena pahalanya kadang tidak terbatas.
[Syarh Al-Bukhâriy karya Ibnu Baththal 6/456, 9/220, Ath-Thaudhih Karya Ibnul Mulaqqin 28/315, Syarh Muslim oleh An-Nawawiy 10/213, Ikmâl Al-Mu’allim 5/214, Al-Mirqâh 4/1339 dan Syarh Riyâdhush Shâlihin oleh Ibnu ‘Utsaimin 2/195-196]
---------------------
Sumber: channel Telegram Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi

PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH


PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Meruqyah bukan sesuatu yang sulit, bukan pula sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh segelintir orang, tidak pula membutuhkan kemampuan khusus layaknya seorang dukun, dan sampai saat ini kami belum pernah mendengarkan para ulama sejak masa Salaf sampai hari ini yang mengadakan PELATIHAN RUQYAH, tidak pula pelatihan ruqyah massal atau pelatihan ruqyah mandiri, seperti pelatihan-pelatihan yang ditekuni oleh sebagian orang hari ini.

MAKNA RUQYAH

Asy-Syaikhul ‘Allamah Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

والرُّقْيَة: القراءة على المريض

“Ruqyah adalah bacaan untuk mengobati orang yang sakit.” [I’aanatul Mustafid, 1/150]

Inilah makna ruqyah yang dipahami ulama dari dalil-dalil syar'i, yaitu untuk pengobatan terhadap orang sakit. Kami belum mendapatkan para ulama mengajarkan RUQYAH RUMAH, RUQYAH BRANKAS, apalagi RUQYAH LANGIT untuk memindahkan hujan.

BEBERAPA HADITS TENTANG CARA MERUQYAH

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ عَنْهُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا

“Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam apabila sakit, beliau membacakan untuk dirinya al-mu’awwidzaat (bacaan-bacaan untuk memohon perlindungan kepada Allah) dan meniup dengan sedikit ludah, maka tatkala sakitnya semakin keras akulah yang membacakan untuk beliau dan aku mengusap diri beliau dengan tangan beliau sendiri karena mengharap (kepada Allah) adanya keberkahan tangan beliau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha juga berkata berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى الْإِنْسَانُ الشَّيْءَ مِنْهُ، أَوْ كَانَتْ بِهِ قَرْحَةٌ أَوْ جُرْحٌ، قَالَ: النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِصْبَعِهِ هَكَذَا، وَوَضَعَ سُفْيَانُ سَبَّابَتَهُ بِالْأَرْضِ، ثُمَّ رَفَعَهَا بِسْمِ اللهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا

“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam apabila seseorang merasakan suatu penyakit, bisul atau luka, maka beliau shallallahu’alaihi wa sallam menggunakan jarinya seperti ini –Sufyan (rawi hadits) meletakkan jari telunjuknya ke bumi- kemudian beliau mengangkatnya seraya membaca:

بِسْمِ اللهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا

“Bismillaahi turbatu ardhina, bi riyqoti ba’dhina, liyusyfaa bihi saqiimuna, biidzni Robbinaa”

Dengan nama Allah, bahwa tanah bumi kami disertai ludah sebagian kami, agar sembuh dengan sebab itu orang sakit kami, dengan izin Rabb kami.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini lafaz Muslim]

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

وَمَعْنَى الْحَدِيثِ أَنَّهُ يَأْخُذُ مِنْ رِيقِ نَفْسِهِ عَلَى أُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ ثُمَّ يَضَعُهَا عَلَى التُّرَابِ فَيَعْلَقُ بِهَا مِنْهُ شَيْءٌ فَيَمْسَحُ بِهِ عَلَى الْمَوْضِعِ الْجَرِيحِ أَوِ الْعَلِيلِ وَيَقُولُ هَذَا الْكَلَامَ فِي حَالِ الْمَسْحِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ

“Makna hadits: Beliau membasahi jari telunjuknya dengan ludah beliau sendiri, kemudian meletakkan jarinya di atas tanah sehingga menempel sedikit debu tanah tersebut, lalu beliau mengusap bagian tubuh orang yang terluka atau sakit dan membaca doa ini ketika mengusapnya, wallaahu a’lam.” [Syarhu Muslim, 14/184]

Dari Sahabat yang Mulia Tsabit bin Qois bin Syammaas radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ - قَالَ: أَحْمَدُ وَهُوَ مَرِيضٌ - فَقَالَ: «اكْشِفِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ» ثُمَّ أَخَذَ تُرَابًا مِنْ بَطْحَانَ فَجَعَلَهُ فِي قَدَحٍ ثُمَّ نَفَثَ عَلَيْهِ بِمَاءٍ وَصَبَّهُ عَلَيْهِ

“Bahwa beliau menjenguk Tsabit bin Qois –Ahmad berkata: Ketika itu Tsabit bin Qois dalam keadaan sakit- maka beliau bersabda (membaca),

اكْشِفِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ
 

“Iksyifil ba’sa Robban naasi ‘an Tsabit bin Qois bin Syammaas”

“Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia dari Tsabit bin Qois bin Syammaas.” Kemudian beliau mengambil tanah dari Bathhaan (satu lembah di Madinah), meletakkannya dalam bejana, lalu beliau meniupnya dengan air dan menyiramkannya kepada Tsabit.” [HR. Abu Daud, lihat Fathul Baari, 10/208 dan Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/88 no. 16951]

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,

وقد ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه رقى لثابت بن قيس بن شماس في ماء ثم صبه عليه

“Telah tsabit (diriwayatkan dengan sanad yang jayyid) dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau meruqyah Tsabit bin Qois bin Syammaas di air dan menyiramkan air tersebut kepadanya.” [Fatawa Nur ‘alad Darbi, 1/329]

MENGAJARI TAUHID DAN CARA MERUQYAH DIRI SENDIRI

Inilah tugas penting seorang yang meruqyah, yaitu mengajari kaum muslimin untuk bertawakkal kepada Allah ta’ala dan memurnikan seluruh ibadah hanya kepada-Nya serta memperingatkan bahaya kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan, kemudian mengajarinya doa-doa untuk meruqyah dirinya sendiri, tidak boleh meminta ruqyah kepada orang lain, karena hal itu dapat mengurangi kesempurnaan tauhid atau bahkan menghilangkan tauhid sama sekali.

Sahabat yang Mulia Utsman bin Abil ‘Ash Ats-Tsaqofi radhiyallahu’anhu berkata,

أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَجَعًا يَجِدُهُ فِى جَسَدِهِ مُنْذُ أَسْلَمَ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“Bahwa beliau pernah mengadu kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang rasa sakit di badannya sejak masuk Islam, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya: Letakkan tanganmu di bagian tubuhmu yang sakit dan bacalah:

بِسْمِ اللَّهِ
 

“Bismillaah” (Dengan nama Allah) tiga kali.

Lalu baca sebanyak tujuh kali:

أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“A’uudzu billaahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru” (Aku berlindung kepada Allah dan kemampuan-Nya dari kejelekan yang aku dapati dan aku khawatirkan).” [HR. Muslim]

PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH

Disebutkan dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

وهي تكون بالقراءة والنفث على المريض، سواء كان يرقي نفسه أو يرقيه غيره، ومنها قراءة القرآن في الماء للمريض وشربه إياه

“Cara meruqyah adalah dengan membaca dan meniup kepada orang yang sakit, sama saja ketika ia meruqyah dirinya atau meruqyah orang lain, dan diantara caranya adalah membaca Al-Qur’an di air untuk orang sakit dan meminumkan air tersebut kepadanya.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/88 no. 16951]

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,

فالرقية تكون بالقرآن، وبالدعوات الطيبة على محل الألم، ينفث على محل الألم: في صدره، أو رأسه، أو يده، أو رجله

“Ruqyah dilakukan dengan membacakan Al-Qur’an dan doa-doa yang baik terhadap bagian tubuh yang sakit, seraya meniup bagian yang sakit tersebut, apakah di dadanya, kepalanya, tangannya atau kakinya.” [Fatawa Nur ‘alad Darb, 1/325]

Beliau rahimahullah juga berkata,

الرقية تكون على المريض بالنفث عليه، وتكون في ماء يشربه المريض أو يتروش به

“Meruqyah orang yang sakit adalah dengan meniupnya (setelah membaca), dan boleh juga dengan membaca pada air dan si sakit meminumnya atau mandi dengannya.” [Fatawa Nur ‘alad Darb, 1/329]

Beliau rahimahullah juga berkata,

ولا حرج في القراءة في الماء والزيت في علاج المريض والمسحور والمجنون، ولكن القراءة على المريض بالنفث عليه أولى وأفضل وأكمل

“Tidak mengapa membacakan ruqyah di air dan minyak untuk mengobati orang yang sakit, yang kena sihir atau yang gila, akan tetapi membacakan langsung disertai tiupan kepada orang sakit tersebut lebih utama, lebih afdhal dan lebih sempurna.” [Majmu’ Al-Fatawa, 19/339]

Asy-Syaikh Mubarok bin Muhammad Al-Mili Al-Jazaairi rahimahullah berkata,

وصفة الرقية أن يقرأ القارئ على محل الألم أو على يديه للمسح بهما، أو في ماء ونحوه، وينفث أثر القراءة نفثاً خالياً من البزاق، وإنما هو نفس معه بلل من الريق

“Sifat ruqyah adalah seseorang membacakan ruqyah atas bagian tubuh yang sakit atau atas kedua tangannya untuk kemudian mengusapkannya ke tubuh yang sakit, atau membaca di air dan yang semisalnya, dan setelah membaca langsung meniup ke tubuh yang sakit tanpa meludah, yang keluar hanyalah udara disertai sedikit ludah.” [Risalatusy Syirki wa Mazhohiruhu, hal. 248]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
 

Sumber:
https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/710587755757376:0
http://sofyanruray.info/penjelasan-ulama-tentang-cara-meruqyah/

Wanita Yang Kedudukannya Sangat Agung Di Sisi Allah


Berkata Al Allaamah Muhammad Bin Abdul Wahhab Al Wushoby rahimahullah :

"ﻣﺎ ﺃﺟﻤـﻞ ﺍﻟﻤـﺮﺃﺓ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤــﺔ ﻭﻟـﻮ ﻛﺎﻧــﺖ ﻣﺜﻞ ﺍﻟﻔﺤﻤـﺔ،ﻟﻜﻨﻬــﺎ ﺻﺎﻟﺤــﺔ ﻣﺴﺘﻘﻴﻤــﺔ ﻋﻠـﻰ ﺃﻭﺍﻣــﺮ ﺍﻟﻠــﻪ،ﻣﻨﺰﻟﺘﻬــﺍ ﻋﻨـﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻈﻴﻤــﺔ،ﺗﻌﻴــﻦ ﺯﻭﺟﻬــﺎ ﻳﺎﻓــﻼﻥ ﻗــﻢ ﻓﻘــﺪ ﻧــﻮﺩﻱ ﻟﻠﺼــﻼﺓ؛ﻫــﺬﻩ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤــﺔ، ﻳﺎﻓــﻼﻥ ﻗــﻢ ﺃﻭﺗــﺮ؛ﻫــﺬﻩ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤــﺔ ﻳﺎﻓــﻼﻥ ﻳﺎﺃﺑــﺎﻓﻼﻥ ﻫــﻞ ﺻﻠﻴــﺖ ﺍﻟﻀﺤــﻰ؟، ﻗــﻢ ﻓﺼــﻞ ﺍﻟﻀﺤــﻰ،ﻭﻫﻜــﺬﺍ ﻋﻮﻧــﺎ ﻟﺰﻭﺟﻬــﺎ ﻋﻠــﻰ ﻃﺎﻋــﺔ ﺍﻟﻠــﻪ، ﻭﻫﻜــﺬﺍ ﺍﻟﺮﺟــﻞ ﻳﺠـﺐ ﺃﻥ ﻳﻜــﻮﻥ ﻋﻮﻧــﺎ ﻟﺰﻭﺟﺘــﻪ ﻋﻠـﻰ ﻃﺎﻋــﺔ ﺍﻟﻠــﻪ .

ﺍﻟﻤﺼﺪﺭ:
ﺭﺳﺎﻟــﺔ ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻣــﺔ ﺍﻟﻘﻴﻤــﺔ" ﻭﻣﺎﺧﻠﻖــﺖ ﺍﻟﺠـﻦ ﻭﺍﻹﻧــﺲ ﺇﻻﻟﻴﻌﺒــﺪﻭﻥ ﺻـــ١٧

Betapa cantiknya seorang wanita walaupun (kulitnya) seperti arang, akan tetapi dia wanita sholihah istiqomah di atas perintah-perintah Allah, kedudukannya disisi Allah sangat agung, dia senantiasa membantu suaminya (dengan ucapan) wahai fulan bangunlah, adzan telah dikumandangkan, inilah kesholihan, wahai fulan bangunlah laksanakan sholat witir, inilah kesholihan, wahai fulan, wahai abu fulan, apakah engkau sudah sholat dhuha.? bangkitlah sholat dhuha, demikianlah bentuk pertolongannya terhadap suaminya di atas ketaatan kepada Allah, dan lelaki ini wajib baginya menjadi penolong istrinya di atas ketaatan kepada Allah.

(Risalah, Wa Maa Kholaqtuljinna Wal Insa Illa liya' Buduun, hal. 17)

Ustadz Salman Mahmud hafizhahullah

_____________________________
Telegram Ahlussunnah Mamuju : https://goo.gl/jBBEpz

BAHAYA SIFAT HASAD


BAHAYA SIFAT HASAD

 قال حاتم _رحمه الله_ :

  رأيت الناس يتحاسدون،
  فنظرت في قوله تعالى :

      { نحن قسمنا بينهم معيشتهم }
   فتركت الحسد،
   ﻷنه اعتراض على قسمة الله.

 مختصر منهاج القاصدين_ ص: 28

Berkata Hatim Rahimahullah :

"Aku melihat manusia saling HASAD satu sama lain,
Kemudian aku menengok firman Allah Ta'ala :

                 { نحن قسمنا بينهم معيشتهم }

Kamilah yang membagikan rezki penghidupan di antara mereka [di dunia]".
(Surat : Az-Zukhruf : 32)

Maka aku pun meninggalkan sifat hasad, karena sesungguhnya sifat hasad merupakan bentuk "penolakan" terhadap pembagian yang telah di tetapkan oleh Allah Ta'ala.

(Lihat kitab : Mukhtashor minhaaj al-qoshidin, Hal : 8)

Ustadz Abu Abdillah Sahl hafizhahullah

------------------------------------------------------------------------

Berkata Ibnu Bathal rahimahullah :

من كان كثير الذنوب وأراد أن يحطها الله عنه بغير تعب؛ فليغتنم ملازمة مكان مصلاه بعد الصلاة، ليستكثر من دعاء الملائكة واستغفارهم له، فهو مرجوٌّ إجابته

 شرح البخاري: [٢/٩٥]

Barangsiapa yang banyak dosanya dan dia menginginkan Allah menghapus dosanya dengan tanpa susah payah, maka hendaknya dia menjaga untuk terus-menerus berada di tempat shalatnya setelah dia melakukan shalat, karena banyaknya do'a para malaikat dan permintaan ampun untuknya, dan hal tersebut sangat di harapkan terkabulnya.

[Syarhul Bukhari : (2/95)]
Ustadz Abul Husain Zaini hafizhahullah

SIAPA ITU THOGUT ?


SIAPA ITU THOGUT ?
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “Thoghut itu pengertiannya umum maka setiap apa yang diibadahi selain Allah & dia rela dgn peribadahan itu, baik berupa sesuatu yang disembah atau diikuti atau ditaati selain ketaatan kepada Allah & rosulNya adalah thoghut. Thoghut itu banyak dan kepalanya ada lima:

1. SEORANG PENGUASA DZOLIM YANG MERUBAH-RUBAH HUKUM ALLAH

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yg diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. 4:60

2. Syetan yang menyeru untuk beribadah kepada selain Allah, dalilnya adalah:
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu”, (QS. 36:60)

3. Orang yg memutuskan perkara dengan selain apa yg diturunkan Allah. Dalilnya adalah:
Barang siapa yg tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)

4. Orang yang mengaku mengetahui hal-hal yg ghoib selain Allah (Dukun)
(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. 72: 26 – 27)

5. Orang yg diibadahi selain Allah dan dia rela dengan ibadah itu
Dan barangsiapa diantara mreka mengatakan:”Sesungguhnya aku adalah ilah selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberi balasan kepada orang-oramg zhalim. (QS. 21:29)

(Dinukil dr Risalah Ma’na Ath-Thoghut, tulisan Muhammad bin Abdul Wahhab, Yg terdapat dalam Majmu’atut Tauhid cet. Maktabah Ar-Riyadl Al-Haditsh, hal. 260)

Adapun Syaikh Sulaiman bin Samhan An-Najdi berkata: “Thoghut itu 3 macam: thoghut dalam hukum, thoghut dalam ibadah & thoghut dalam ketaatan & pengikutan.” (Ad-Duror As-Sunniyah VIII/277

Rabu, 16 Agustus 2017

ADAB DI MAJELIS ILMU


*ADAB DI MAJELIS ILMU*
Ketika hadir di majelis ilmu, hendaknya seorang memperhatikan adab-adab di majelis ilmu agar dia bisa memperoleh manfaat yang optimal serta keberkahan dari majelis ilmu tersebut. Cukup disayangkan, di masa kita ini banyak sekali tersebar majelis ilmu, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui bagaimana adab yang harus mereka perhatikan.
Untuk itu marilah kita simak beberapa adab menuntut ilmu yang tidak hanya bermanfaat bagi orang tua, namun juga bisa mereka biasakan pada diri anak-anak mereka.
1. Mengikhlaskan Niat
Hendaklah seseorang menghadiri majelis ilmu dengan niat yang ikhlas karena Allah dan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya. Bukan karena ingin dipuji atau agar dipandang oleh orang lain sebagai seorang yang alim.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Hanya saja amalan itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya...” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Al Imam Ahmad pernah ditanya tentang niat menuntut ilmu. Beliau mengatakan, “Menuntut ilmu itu untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri dan dari orang lain.”
2. Mengenakan Pakaian yang Baik dan Berhias
Perhatikanlah keadaan malaikat Jibril ketika hadir di majelis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana yang dikisahkan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu,
“Tatkala kami duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, tiba-tiba seorang laki-laki  datang,  berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. tidak terlihat pada dirinya bekas-bekas perjalanan jauh…” (HR. Muslim)
Dikisahkan pula dari Imam Malik bahwa ketika beliau kecil bahwa ibu beliau selalu mempersiapkan diri beliau sebelum menuntut ilmu.
Beliau mengatakan,
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’
Ibuku berkata, ‘Kemarilah! Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku pakaian yang bagus lali meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu.
Lalu beliau berpesan, ‘Sekarang,  tuntutlah ilmu kepada gurumu Rabi’ah! Pelajarilah adabnya sebelum engkau mengambil ilmunya!.”
3. Bersegera Datang Ke Majelis Ilmu Dan Tidak Terlambat
Suatu hal yang sering pula disepelekan oleh para penuntut ilmu, adalah semangat mereka dalam belajar. Banyak sekali ditemui di majelis-majelis ilmu banyak yang hadirnya terlambat. Gurunya sudah hadir tepat waktu, sedangkan majelisnya masih kosong. Para penuntut ilmu baru datang setelah kajiannya dimulai.
Harusnya seorang penuntut ilmu memahami bahwa yang membutuhkan ilmu itu adalah dirinya, bukan ustadznya. Dialah yang harusnya bersemangat. Hadir di majelis sebelum gurunya datang. Bukan sebaliknya, gurunya datang kemudian menunggu murid berkumpul.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma adalah salah seorang sahabat yang banyak menimba ilmu dari sahabat lainnya yang lebih senior. Suatu saat beliau pernah mendatangi salah seorang sahabat diwaktu siang untuk mendengar hadits darinya. Ternyata sahabat tersebut sedang istirahat siang. Maka Ibnu Abbas pun menunggu di depan pintu dan tertidur sampai mukannya terkena debu.
Ketika sahabat tersebut membuka pintu maka ia terkejut melihat kehadiran Abdullah bin Abbas.
Ia pun mengatakan, “Wahai anak paman Rasulullah, apa yang membuat engkau datang? Kenapa engkau tidak mengutus salah seorang agar aku mendatangimu?”
Ibnu Abbas menjawab, “Tidak, akulah yang lebih berhak mendatangimu. Telah sampai kabar kepadaku bahwa engkau mendengar suatu hadits dari Rasulullah, maka aku ingin mendengar langsung darimu. Ilmu itu didatangi, bukan malah mendatangi..”
Peristiwa ini menunjukkan kepada kita bahwa muridlah yang membutuhkan ilmu sang guru, jangan malah terbalik seolah-olah guru yang membutuhkan sang murid.
4. Berusaha Untuk Duduk Mendekat kepada Sang Guru
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu bahwa dia saat duduk di masjid dan para shahabat yang lain  telah berada di sekelilingnya lalu datanglah tiga orang memasuki majelis. Lalu dua orang menuju kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sementara yang lainnya  pergi meninggalkan majlis.
Keduanya berdiri di hadapan Rasulull
ah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian salah seorang dari keduanya melihat ada tempat kosong di tengah majelis lalu ia duduk padanya.
Sementara yang lain, duduk di bagian belakang, sedangkan yang ketiga berlalu pergi meninggalkan majelis. Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah selesai, beliau bersabda:
“Maukah kalian jika aku memberitahukan kalian tentang tiga orang ini? Adapun salah seorang dari mereka, maka ia kembali kepada Allah subhanahu wata’ala lalu Allah subhanahu wata’ala memberinya tempat. Adapun yang kedua, maka ia merasa malu maka Allah subhanahu wata’ala pun merasa malu darinya. adapun yang lain, maka ia berpaling, maka berpalinglah Allah subhanahu wata’ala darinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Jadi hendaknya sang murid bersemangat mencari tempat yang terdekat dengan gurunya. Bukan malah menjauh, atau ingin enaknya saja mencari senderan di tiang-tiang atau dinding masjid.
5. Fokus dengan Apa yang Disampaikan sang Guru
Ini adab yang banyak dilalaikan. Di majelis ilmu, masih sering kita melihat orang-orang yang hadir sibuk dengan HP, ngobrol dengan temannya, atau sibuk dengan perkara lainnya.
Ketika belajar, seorang penuntut ilmu hendaknya mencatat pelajaran, faidah-faidah apa saja yang disampaikan oleh gurunya. Kalau dia mampu, dia salin juga dalil-dalil yang disebutkan oleh gurunya. Dengan demikian ilmu yang dia peroleh terdokumentasikan dengan baik, dan mudah baginya ketika ingin mengulang-ulang pelajaran.
Dahulu para salaf ketika menghadiri majelis ilmu, mereka tidak melakukan apa pun kecuali fokus dengan apa yang disampaikan oleh sang guru. Disebutkan bahwa di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum, tidak ada yang bangkit. Seakan-akan di kepala mereka ada burung atau seakan-akan mereka berada dalam shalat karena demikian khusyuknya mereka.
6. Selain Mengambil Ilmu, Hendaknya Mempelajari Adab sang Guru
Para salaf terdahulu, mereka tidak hanya mengambil ilmu dari guru mereka. Akan tetapi juga mengambil atau mempelajari gerak-gerik sang guru agar mereka bisa meneladi akhlaq dan adabnya.
Al Imam Adz Dzahabi rahimahullahu dalam Siyar A’lamin Nubala’ menceritakan bahwa dahulu yang menghadiri majelis Al Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis pelajaran sedangkan sisanya hanya mengambil contoh bagaimana adab dan kepribadian beliau.
7. Berusaha Melengkapi Catatan apabila Ketinggalan atau Tidak Bisa Hadir
Seseorang hendaknya menghadiri sebuah majelis sampai selesai. Kalau dia mampu hendaknya tidak meninggalkan majelis, agar faidah yang diberikan oleh sang guru bisa dia dapatkan semua.
Namun apabila ada urusan yang harus dia selesaikan atau dia tidak bisa menghadiri majelis karena alasan tertentu maka hendaknya dia melengkapi catatannya dari rekan-rekannya yang lain.
Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari bahwasaya Umar bin Al Khattab radhiyallahu berkata,
“Dahulu Aku dan tetanggaku seorang Anshar yang berasal dari bani Umayyah bin Zaid, kami saling bergantian mendatangi majelis Rasulullah. Ia datang pada suatu hari dan aku pada hari lainnya. Apabila aku yang menghadiri majelis, akan aku sampaikan kepadanya tentang wahyu dan penjelasan lainnya pada hari itu. Apabila ia yang datang, ia pun melakukan hal yang sama.”
Lihatlah bagaimana semangat Umar agar tidak tertinggal sedikitpun dari faidah yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Wallahu a’lam bisshawab, semoga yang sedikit ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua agar faidah dari majelis ilmu bisa kita peroleh seoptimal mungkin.
Jogjakarta, 11 Rabiul Akhir 1438 H – 10/01/2017
Akhukum fillah,
✏Wira Mandiri Bachrun.

HAKIKAT SYUKUR


HAKIKAT SYUKUR
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

على كل نعمة على العبد من الله في دين أو دنيا يحتاج إلى شكر عليها ثم للتوفيق للشكر عليها نعمة أخرى تحتاج إلى شكر ثان ثم التوفيق للشكر الثاني نعمة أخرى يحتاج إلى شكر أخر وهكذا أبدا فلا يقدر العبد على القيام بشكر النعم وحقيقة الشكر الاعتراف بالعجز عن الشكر

“Atas setiap nikmat dari Allah untuk seorang hamba, baik nikmat agama maupun dunia wajib disyukuri, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur maka itu adalah kenikmatan lain yang wajib disyukuri yang kedua, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur yang kedua maka itu juga kenikmatan yang wajib disyukuri berikutnya, demikian seterusnya, seorang hamba tidak akan mampu mensyukuri semua kenikmatan, oleh karena itu hakikat syukur adalah pengakuan atas ketidakmampuan hamba dalam bersyukur.”
[Lathooiful Ma’aarif: 244]
Sumber: https://www.facebook.com/taawundakwah/posts/1904289526470516:0

Cahaya Ilmu Agama


Cahaya Ilmu Agama
Ilmu agama adalah cahaya, jangan padamkan cahaya dengan kemaksiatan!
Berkata Imam Syafi'i Rahimahullah:
Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau membimbingku untuk senantiasa meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa  ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan kepada pelaku maksiat.”
( Addaa wad dawaa: 124).

Ustadz Ali Basuki, Lc
_________________________________
Sahabat An-nashihah 88,2 FM  |
0822 11111 882 | an-nashihah.com

SEMPURNANYA KEINDAHAN ISLAM


SEMPURNANYA KEINDAHAN ISLAM
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata:

وإذا كـان إماطة الأذى عن الطريق صـــدقة، فــإن إلـقاء الأذى في الــطريق سيئـة.

"Dan jika menyingkirkan gangguan dari jalan merupakan shadaqah, maka sesungguhnya melemparkan gangguan di jalan merupakan keburukan (dosa)."

Syarh Riyadhish Shalihin, jilid 3 hlm. 37
WhatsApp Salafy Indonesia

Senin, 14 Agustus 2017

KEADAAN MANUSIA YANG MEMILIKI ILMU


KEADAAN MANUSIA YANG MEMILIKI ILMU

 Ilmu adalah pengetahuan tentang suatau perkara yang sesuai dengan keadaanNya
Ada yang mengilmui tentang perkara dunia, dan ada yang mengilmui tetang perkara agama
Dan diantara mereka tidak lepas dari tiga keadaan
1) Orang yang merasa sombong dengan ilmu yang dia miliki
2) Orang yang merendah diri dengan ilmu yang dia miliki
3) Orang yang merasa kurang dengan ilmu yang dia miliki

Orang yang merasa sombong dengan ilmuNya,
Hal ini kebanyakan menimpah dari mereka yang baru memdapatkan ilmu,
Apakah baru memiliki ilmu, ataukah baru mengajarkanNya,
Baru mendapatkan gelar,
Apakah gelar kedunia'an ataupun gelar keagama'an dengan ilmuNya
Dan kesombongan mereka kebanyakan disertai perendahkan kepada orang lain

Orang yang merendah diri adalah mereka yang paham hakikat ilmu yang dia dapati dari perkara dunia atau keagamaan
Mereka akan merendah diri karena sadar akan hal itu adalah karunia dari Allah dengan kekuasaanNya,
Kemudian mereka pahami hakikat ilmuNya adalah untuk merendah diri denganNya

Manusia yang merasa kurang dengan ilmuNya adalah mereka yang merasa kurang karena kenikmatan yang mereka rasakan dari ilmuNya tersebut
Apakah ilmu tentang agama ataupun ilmu tentang dunia
Inilah keadaan yang menimpah orang yang mengenal ilmu, apakah ilmu dunia ataupun ilmu agama, semua mereka merasakan hal demikian
Perhatikanlah perkataan "Abdullah bin al-Mubarak" tentang mereka yang memiliki ilmu agama
“Belajar ilmu(agama) itu mempunyai 3 tingkatan :
1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia adalah orang yang belum mengetahui apa-apa.”
(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim : 65)
Inilah nasehat indah dari seorang Imam Abdullah bin Al-Mubarak
Semoga bisa memberi manfaat kepada kita sekalian
Wallahu A'lam Bissowab

Abu Zubair Hafiizhahullah

Rabu, 26 Juli 2017

Tabligh Akbar - NEGERIKU ADALAH SURGAKU


[Audio] Tabligh Akbar Nasional Ulama Timur Tengah

بَلَدِي جَنَّتِي
NEGERIKU ADALAH SURGAKU

Pembukaan
Ustadz Khaidir Muhammad Sunusi
Download

Amalan-Amalan yang Memasukkan ke Surga dalam Berbangsa dan Bernegara
Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Washiyullah Abbas
Terjemah oleh Ustadz Mustamin Musaruddin, Lc.
Download

Kaidah Ketenangan dan Kedamaian dalam Negeri
Fadhilatusy Syaikh Muhammad Abdullah Bamusa
Terjemah oleh Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.
Download

Kaidah Ketenangan dan Kedamaian dalam Negeri
Fadhilatusy Syaikh Abdul Aziz Al-Bura'iy
Terjemah oleh Ustadz Abdul Mu'thi Al-Maidany
Download

Rumahku Surgaku
Fadhilatusy Syaikh Abdul Hady Al-Umairy, MA.
Terjemah oleh Ustadz Ali Basuki, Lc.
Download

Penutupan
Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi
Download

Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf Makassar
29 Syawwal 1438 H
23 Juli 2017 M

#TAUAMks2017
#NegerikuadalahSurgaku

Selasa, 25 Juli 2017

Hidup Bahagia dengan Bertauhid


Kebahagian hidup adalah dambaan setiap insan yang hidup di atas muka bumi ini, merupakan tuntutan dalam sebuah masyarakat, serta sebuah pondasi dasar untuk sebuah negeri.
Upaya manusia dalam mencapai kebahagiaan sangatlah beraneka ragam, juga berbagai pandangan manusia dalam makna kebahagian adalah sulit dijumlah.
Namun, banyak kaum muslimin yang lalai bahwa sumber kebahagian dan keamanan itu semuanya berakar dan bercabang dari keimanan kepada Allah dan menauhidkan-Nya.
Allah telah mengingatkan dalam Muhkâm Kitab-Nya,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan yang beriman (bertauhid), sesungguhnya Kami akan memberi kehidupan yang baik (indah, bahagia) kepadanya dan sesungguhnya Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]

Kebahagian hidup dengan tauhid ini adalah suatu nikmat Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia. Nabi Yusuf ‘alaihis salâm mengingatkan sebagaimana dalam firman Allah,

وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ

“Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. Tiadalah kami (para Nabi) patut mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur (kepada-Nya).” [Yûsuf: 38]

Bahkan, banyak manusia tidak mengetahui bahwa menauhidkan Allah dalam ibadah adalah nikmat Allah yang paling besar untuk seorang hamba. Oleh karena itu, dalam surah An-Nahl -dikenal juga dengan nama surah An-Ni’âm ‘penyebutan nikmat-nikmat Allah’- nikmat yang paling pertama disebut adalah nikmat diutusnya para rasul dengan membawa tauhid. Allah berfirman,

يُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاتَّقُونِ

“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: ‘Hendaknya kalian memperingatkan bahwasanya tiada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi, kecuali Aku, maka hendaklah kalian bertakwa kepada-Ku.’.” [An-Nahl: 2]

Sungguh, dalam memurnikan ibadah kepada Allah, terdapat kebebasan bagi hamba akan perbudakan terhadap dirinya sendiri dan kepada syaithan. Dengan tauhid, seorang hamba terbebas dari ketergantungan dan mengharap kepada makhluk, dari takut terhadap mereka, serta dari beramal untuk mereka. Orang yang bertauhid hanya bergantung kepada Allah serta takut dan mengharap hanya kepada-Nya. Inilah hakikat kebahagian abadi dan kemuliaan sejati.
Tauhid -sebagaimana yang ulama sebutkan- adalah seseorang mengucapkan syahadat La Ilâha Illallâh ‘tiada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi, kecuali Allah’ dan Nabi Muhammad adalah rasul Allah, dengan meyakini makna dan menjalankan konsekuensinya. Tauhid bukanlah sekadar mengakui bahwa Allah Yang Mencipta, Memberi Rezeki, Menghidupkan dan Mematikan, … dan seterusnya di antara berbagai makna penetapan keesaan Allah dalam perciptaan, perbuatan, dan pengaturan serta kekuasaan-Nya. Melainkan, yang dimaksud dengan tauhid adalah penetapan bahwa ibadah hanyalah untuk Allah. Sehingga, seorang hamba tidaklah berdoa, bernadzar, menyembelih, mendirikan shalat, berzakat, menunaikan puasa dan haji, kecuali kepada Allah, serta tidak mengharap dan tidak takut, kecuali hanya kepada-Nya. Tiada suatu ibadah pun yang dilakukan oleh orang yang bertauhid, kecuali murni hanya untuk Allah saja, tiada sekutu dan serikat bagi-Nya.
Tauhid adalah keimanan, sedang tidak akan ada suatu keimanan tanpa tauhid.
Berikut kami akan menjelaskan beberapa keutamaan orang yang bertauhid dan memurnikan ibadahnya hanya untuk Allah agar seorang hamba merenungi keindahan dan kebahagian hidup dengan bertauhid.

Pertama: tauhid adalah fitrah manusia yang mencocoki dasar dan tujuan penciptaan makhluk. Allah berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzâriyât: 56]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits Qudsi,

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا

“… dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku sebagai orang-orang hanif ‘cenderung kepada tauhid, meninggalkan kesyirikan’. Sesungguhnya para syaithan mendatangi mereka lalu menyesatkan mereka dari agama mereka, mengharamkan hal-hal yang dihalalkan untuk mereka dan memerintah mereka untuk berbuat kesyirikan terhadap-Ku, suatu hal yang Aku tidak menurunkan keterangan tentangnya ….” [Diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Iyâdh bin Himâr Al-Mujâsya’iy radhiyallâhu ‘anhu]

Kedua: tauhid adalah sumber keamanan dan jaminan hidayah bagi seorang hamba. Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat hidayah.” [Al-An’âm: 82]

Ketiga: karena tauhid merupakan pokok kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia, Allah mengutus para nabi dan rasul dengan misi tauhid ini. Allah Ta’âlâ berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan),‘Beribadahlah kepada Allah (semata) dan jauhilah thaghut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah).’. [An-Nahl: 36]

Keempat: tauhid adalah hal yang mengukuhkan seorang hamba dalam kehidupannya di dunia, di alam kubur, dan di akhirat. Allah Jalla Jalâluhu berfirman,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu (kalimat tauhid) dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” [Ibrahîm: 27]

Kelima: tauhid adalah perintah pertama dalam Al-Qur`an. Demikianlah disebutkan dalam firman Allah Subhânahu wa Ta’âla,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” [Al-Baqarah: 21]

Keenam: tauhid adalah syarat untuk keamanan suatu negeri. Bahkan, tidak akan tercipta keamanan dalam suatu negeri tanpa membersihkan segala jenis kesyirikan dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah. Inilah yang tertanam dalam diri Nabi Ibrahim ‘alaihis salâm sehingga, pada awal merintis Makkah, beliau berdoa kepada Allah untuk keamanan Makkah sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla terangkan dalam firman-Nya,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ. رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, ‘Wahai Rabb-ku, jadikanlah negeri (Makkah) ini sebagai negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Wahai Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia.’.” [Ibrahîm: 35-36]

Ketujuh: tauhid adalah syarat kejayaan umat Islam. Allah mengingatkan dalam firman-Nya,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka, serta Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang fasik.” [An-Nûr: 55]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa syarat kejayaan dan kekukuhan umat ini adalah dengan memurnikan ibadah hanya untuk Allah sebagaimana dalam sabda beliau,

بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالتَّمْكِينِ فِي الْبِلَادِ، وَالنَّصْرِ، وَالرِّفْعَةِ فِي الدِّينِ، وَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ بِعَمَلِ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، فَلَيْسَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ

“Berilah kabar gembira kepada umat ini dengan kejayaan, kekukuhan di negeri-negeri, pertolongan, dan ketinggian dalam agama. Barangsiapa di antara mereka yang beramal akhirat untuk dunia, tidaklah ada bagian untuknya di akhirat.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Abdullah bin Ahmad dalam Zawâ`id Al-Musnad, Ibnu Hibbân, Al-Hâkim, dan Al-Baihaqy dari Ubay bin Ka’ b radhiyallâhu ‘anhu. Dishahihkan oleh Al-Albâny dalam Ahkâmul Janâ`iz]

Kedelapan: karena pentingnya tauhid dalam kehidupan dan jaminan kesejahteraan untuk keturunan, Nabi Ya’qub ‘alaihis salâm, pada akhir hayatnya, menekankan masalah ini kepada keturunannya sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah Rabbul ‘Âlamîn,

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, tatkala ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kalian sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, yakni Ibrahim, Ismail dan Ishaq: Sembahan Yang Maha Satu dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’.” [Al-Baqarah: 133]

Kesembilan: hidup dengan menauhidkan Allah adalah penunaian hak Allah terhadap diri seorang hamba. Dari Mu’âdz bin Jabal radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, “Saya pernah membonceng pada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai, lalu beliau bersabda kepadaku, ‘Wahai Mu’âdz, tahukah engkau apa hak Allah terhadap para hamba dan apa hak para hamba atas Allah?’ Saya menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan,

حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً

‘Hak Allah terhadap para hamba ialah mereka beribadah kepada-Nya semata dan tidak berbuat syirik sedikit pun terhadap-Nya, sedang hak para hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikit pun terhadap-Nya.’.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim]

Kesepuluh: tauhid adalah jaminan bagi seorang hamba untuk dimasukkan ke dalam surga Allah. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ، وَالْجَنَّةَ حَقٌّ وَالنَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ

“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada sembahan yang benar, kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya, serta (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah dan rasul-Nya dan kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah benar adanya juga neraka adalah benar adanya, Allah pasti memasukkan dia ke dalam surga betapapun amal yang telah dia perbuat.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari ‘Ubâdah bin Ash-Shâmit radhiyallâhu ‘anhu]
Juga Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh dalam keadaan mengharapkan wajah Allah dengan hal tersebut.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits ‘Itbân bin Malik radhiyallâhu ‘anhu]

Kesebelas: tauhid adalah sebab pengampunan dosa yang terkuat. Allah Jallat ‘Azhamatuhu memerintah kepada Nabi-Nya untuk memohon ampunan setelah tugas tentang mengetahui tauhid,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada ilah ‘sembahan’ (yang berhak diibadahi), kecuali Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan.”[Muhammad: 19]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa Allah Ta’âlâ telah berfirman dalam hadits Qudsi,

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

‘‘Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, tetapi engkau mati dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun terhadap-Ku, niscaya Aku memberikan ampunan sepenuh bumi pula kepadamu.” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. Dihasankan karena jalur lain pendukungnya oleh Al-Albâny dalam Ash-Shahîhah no. 123]

Kedua belas: orang-orang yang bertauhid, bila dimasukkan ke dalam neraka karena dosa, tidak akan kekal di dalam neraka dan pasti akan dimasukkan ke dalam surga. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ

“Akan keluar dari api neraka, orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’, sedang dalam hatinya terdapat kebaikan seberat jelai. Akan keluar dari api neraka, orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’, sedang dalam hatinya terdapat kebaikan seberat gandum. Akan keluar dari api neraka, orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’, sedang dalam hatinya terdapat kebaikan seberat dzarrah.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu]

Ketiga belas: syafa’at, yang merupakan kemuliaan dari Allah untuk hamba pada hari kiamat, hanya diberikan kepada orang-orang yang bertauhid. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا

“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at, kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi (Allah) Yang Maha Pemurah.” [Maryam: 87]

Kata perjanjian dalam ayat di atas ditafsirkan oleh sejumlah ahli tafsir dengan kalimat Lâ Ilâha Illallâh. [Bacalah: Tafsir Ibnu Jarîr, Tafsir Ibnu Kâtsir, dan Zâdul Masîr karya Ibnul Jauzy]
Ketika Abu Hurairah bertanya tentang manusia yang paling bergembira mendapatkan syafa’at Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ

“Manusia yang berbahagia mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’ dengan keikhlasan dari dirinya.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry]

Keempat belas: tauhid adalah puncak segala kebenaran. Demikianlah yang disebutkan oleh Abu Shalih, ‘Ikrimah, dan selainnya dari kalangan ulama tafsir salaf yang menafsirkan kata yang benar pada firman Allah Ta’âlâ,

يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا

“Pada hari ketika ruh (Jibril, manusia) dan para malaikat berdiri bershaf-shaf. Mereka tidak berkata-kata, kecuali orang yang telah diberi izin oleh (Allah) Yang Maha Pemurah kepadanya, dan ia mengucapkan kata yang benar.” [An-Naba`: 38]

Kelima belas: tauhid adalah penyelamat hamba dari bahaya dan kesulitan, serta memberi jalan keluar bagi seorang hamba menuju kebaikannya. Perhatikanlah Nabi Yunus ‘alaihis salâm yang diselamatkan dari perut ikan lantaran kalimat tauhid dalam doanya sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya,

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Nabi Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap (dalam perut ikan), ‘Bahwa tidak ada ilah ‘(sembahan’ selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku tergolong sebagai orang-orang zhalim.’.” [Al-Anbiyâ`: 87]

Keenam belas: amalan shalih apapun yang dilakukan tidak akan diterima tanpa dasar tauhid. Allah telah menjelaskan,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak diperintah, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya sebagai orang-orang yang hanif (cenderung kepada tauhid, meninggalkan kesyirikan), serta agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]

Juga dalam firman-Nya, Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskan amalan pelaku syirik akbar,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan kami menghadapi segala amalan yang mereka kerjakan, lalu kami menjadikan amalan itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” [Al-Furqân: 23]

Ketujuh belas: karena tauhid, kitab-kitab suci diturunkan oleh Allah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ. أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ

Alif lâm râ. (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah), Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, agar kalian tidak menyembah, kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira dari-Nya kepada kalian.”[Hûd: 1-2]


Banyak lagi keutamaan tauhid yang belum bisa disebutkan di sini. Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang bertauhid, selalu membela tauhid, serta selalu berada di atas tauhid di kehidupan dunia dan akhirat. Amin Yâ Mujîbas Sâ`ilîn.

Sumber:
http://dzulqarnain.net/hidup-bahagia-dengan-bertauhid.html

Senin, 24 Juli 2017

Ucapan Indah Para Salaf Tentang Kedudukan Ilmu & Ulama


Ucapan Indah Para Salaf Tentang Kedudukan Ilmu & Ulama

▪ Berkata Sufyan Ats Tsaury rahimahullah;

أرفع الناس عند الله منزلة من كان بين الله وبين عباده وهم الأنبياء والعلماء

"Manusia yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah yang menjadi perantara antara Allah dan para hamba-Nya, mereka adalah para nabi dan para ulama' (orang-orang yang berilmu)."
Riwayat Al Khathib dalam Al Faqih Wal Mutafaqqih (1/148)

▪ Beliau rahimahullãh juga berkata;

لم يعط أحد في الدنيا شيئا أفضل من النبوة، وما بعد النبوة شيء أفضل من العلم والفقه

"Tidaklah ada sesuatu yang diberikan kepada seseorang di dunia ini yang lebih utama dari kenabian, dan setelah kenabian tidaklah ada perkara yang lebih utama dari ilmu dan fiqih."
Riwayat Al Khathib dalam Al Faqih Wal Mutafaqqih (1/149)

▪ Berkata Sahl rahimahullãh;

من أراد النظر إلى مجالس الأنبياء فلينظر إلى مجالس العلماء فاعرفواهم ذلك

"Barangsiapa yang hendak melihat kepada majelisnya para nabi, maka hendaklah ia melihat kepada majelisnya para ulama', maka kenalilah mereka dengan hal tersebut."
Riwayat Al Khatib dalam Al Faqih Wal Mutafaqqih (1/149)

▪ Berkata Asy Syafi'i rahimahullãh;

إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي

"Jikalau bukanlah para fuqoha' (orang-orang yang memiliki pemahaman dalam agama) yang beramal adalah para wali Allah, maka sungguh tidak ada lagi wali Allah (jika bukan mereka)."
Riwayat Al Baihaqi dalam Al Madkhal (174)

▪ Berkata Sufyan Ats Tsaury dan Asy Syafi'i rahimahumallãh;

ليس بعد الفرائض أفضل من طلب العلم

"Tidaklah ada perkara setelah amalan-amalan wajib yang lebih utama daripada menuntut ilmu."
Riwayat Abu Nu'aim dalam Al Hilyah (6/363)

▪ Berkata Abu Muslim Al Khaulany _rahimahullãh;

العلماء في الأرض مثل النجوم في السماء إذا بدت للناس اهتدوا بها وإذا خفيت عليهم تحيروا

"Para ulama' di permukaan bumi ini bagaikan bintang-bintang di langit; Jika muncul di tengah manusia, maka mereka akan mendapat petunjuk dengannya, dan jika tidak muncul, maka mereka akan kebingungan."
Riwayat Al Baihaqi dalam Al Madkhal (274)

Berkata Abu Ja'far Muhammad bin 'Ali _rahimahullãh;

لموت عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا

"Sungguh kematian seorang 'alim lebih dicintai oleh Iblis daripada kematian tujuh puluh ahli ibadah."
Shifatus Shafwah (2/458)

Wallohu a'lam
Ustadz Fauzan Abu Muhammad Al Kutawy hafizhahullah

Nasehat Ulama - Baktimu kepada kedua orangtua


LEMBAR NASEHAT
Baktimu kepada kedua orangtua

Berkata Asy-Syaikh Al-'Utsaimin_'Alahi rahmatullah_ :

*إذا تأمّلنا في أحوال النّاس اليومَ*
*​وجدنا كثيراً مِنهم لا يَبرَّ بوالديه​*
*​بل هو عاقٌّ​*
*​تجدهُ يُحسنُ إلى أصحابه​*
*​ولا يملُّ الجلوس معهم​*.
*لكن لو يجلس إلى أبيه أو أمِّه ساعةً*  
*من نهار لوجدته متململاً​*
*​كأنّما هو على الجمر​ فهذا ليس ببارٍّ​*.
*​بل البَارُّ​* :
*​مَن يَنشرحُ صدْرهُ لأُمِّه وأبيه​*
*​ويخدمهما على أهداب عينيه​*
*​ويحرص غايةَ الحرص على رضاهما​*
*بكلِّ ما يستطيع*

Jika kita memperhatikan kondisi manusia sekarang ini.
Niscaya kita akan mendapati kebanyakan dari mereka tidak berbakti kepada kedua orangtuanya bahkan ia durhaka kepadanya.
Engkau mendapatinya berbuat baik kepada teman-temannya.
Tidak pernah merasa bosan duduk ngobrol bersama mereka.
Akan tetapi,
Tatkala ia duduk bersama ayah atau ibunya beberapa saat sunguh ia merasa jenuh.
Seakan-akan ia duduk di atas bara api.
Sungguh ia bukanlah orang yang berbakti.

Orang yang berbakti :
*Senantiasa melapangkan dada untuk ibu dan ayahnya,
*Senantiasa melayani keduanya dengan senang hati,
*Bersemangat untuk meraih keridhoan keduanya dari apa yang ia sanggupi.

 SUMBER :
Syarah Al-'Aqidah Al-Wasithiyyah
____________________________
Alih bahasa :
Abu 'abdillah sahl.

Sholat Sunnah Subuh Setelah Sholat Subuh Berjamaah


Assalamu alaikum ustad,   apakah ada hadits yang menerangkan bahwa kita boleh melakukan sholat sunnah subuh setelah sholat subuh berjamaah asalkan tidak melewati waktu terbitnya matahari. Jazakallah khairan ustad.

JAWABAN :
Wa'alaikumus salam warahmatullah wabarakatuh.
Seorang muslim ataukah muslimah jika terluputkan dari pelaksanaan sholat sunnah fajar_subuh maka ia boleh memilih salah satu dari dua pilihan :

1.Melaksanakan sholat sunnah subuh tersebut setelah ia menunaikan sholat subuh.
Dan perbuatan ini tidak masuk dalam kategori larangan sholat setelah sholat subuh sampai terbitnya matahari,
karena adanya sebab dan udzur.

2.Melaksanakan sholat sunnah tersebut setelah terbitnyanya matahari_ masuknya waktu dhuha.
Dan kedua perkara ini telah shohih penukilannya dari nabi_shallallahu 'alaihi wa sallam_.
Dan yang lebih utama dan afdhol adalah melaksanakan sholat sunnah subuh setelah terbitnya matahari disebabkan adanya seruan dalam bentuk perintah dari nabi 'alaihis salam akan hal tersebut,
Sebagaimana diriwayatkan oleh imam timidzi dalam sunannya dari sahabat abu hurairah_radhiyallahu 'anhu_ :

*من لم يصل ركعتي الفجر فليصلهما بعدما تطلع الشمس*

Artinya :
Barangsiapa yang terluputkan sholat sunnah subuh dua rakaat_hendaklah ia melaksanakannya setelah terbit matahari.
Demikian pula diriwayatkan dari abdullah ibnu umar bahwa beliau mengqodho sholat sunnah subuh ini diwaktu dhuha.
Adapun pelaksanaan sholat sunnah subuh setelah pelaksanaan sholat subuh datang dalam bentuk taqrir_persetujuan dari nabi.
*Silahkan Lihat kitab majmu' fatawa syaikh ibnu baz_rahimahullah_ : 11/ 373*.

Akan tetapi jika seseorang khawatir lupa atau tersibukkan sehingga melalaikannya dari pelaksanaan sholat sunnah subuh yang terluputkan darinya maka yang lebih afdhol baginya untuk melaksanakan sholat sunnah tersebut setelah sholat subuh.
Wallahu a'lam.
Berkata Asy-syaikh al-'ustaimin_rahimahullah_ :


ولكن إن أخر قضاءها إلى الضحى ، ولم يخش من نسيانها ، أو الانشغال عنها فهو أولى.

Artinya :
Akan tetapi,jika ia menunda pelaksanaan sholat sunnah subuh ke waktu dhuha dan ia tidak khawatir lupa dan tersibukkan darinya maka tentunya perkara ini lebih afdhol.
Lihat situs syaikh ustaimin no pertanyaan : 915.
Wallahu ta'ala a'lam bish-showab.


الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات.

Abu 'abdillah Sahl.

Selasa, 04 Juli 2017

Prtnyaan seputar tahajjud


Bismillah...
Pertanyaan :
Afwan mau bertanya ustadz.
Sebelum tidur, kita disunnahkan sholat witir walau pun satu (1) rakaat dan di samping itu, boleh sholat tahajjud walaupun belum tidur.
Apakah dikerjakan dua-duanya sebelum tidur atau bagaimana? Di samping itu ana takut tidak bangun tahajjud di 1/3 malam karena tidak bisa melawan rasa kantuk.

Mohon penjelasannya?

Jawaban :
Jika antum khawatir tidak bisa bangun malam, maka tidak mengapa bagi antum untuk melaksanakan qiyamul lail sebelum tidur dan ditutup dengan witir.
Apakah sholat yang antum kerjakan ini dinamakan sholat tahajjud?
Ada khilaf dikalangan ulama. Ada yang berkata bahwa tidak dinamakan tahajjud karena tahajjud itu adalah sholat yang dikerjakan setelah tidur.
Ini adalah pendapat ulama Syafi`iah dan dikuatkan oleh dua imam ahli tafsir yaitu Al Imam Al Qurtubi dan Al Imam Ibnu Katsir.
Ada yang berkata bahwa tetap dinamakan tahajjud karena tahajjud itu adalah sholat yang dikerjakan di malam hari setelah isya, apakah sdh tidur ataupun belum. Pendapat ini adalah pendapat ulama malikiyyah dan ini adalah pendapat Syaikh Ibnu Baz.
Wallahu a'lam

Ustadz Abu Abdirrahman Thoriq

Saluran 1 Radio An-Nashihah

Saluran 2 Radio An-Nashihah

Terbaru

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Berlangganan

Sign Up in Seconds

Dapatkan Artikel Terbaru Kami Melalui Email.

Powered By : Al-Haudh

Facebook

Youtube

 
//