Rabu, 26 Juli 2017

Tabligh Akbar - NEGERIKU ADALAH SURGAKU


[Audio] Tabligh Akbar Nasional Ulama Timur Tengah

بَلَدِي جَنَّتِي
NEGERIKU ADALAH SURGAKU

Pembukaan
Ustadz Khaidir Muhammad Sunusi
Download

Amalan-Amalan yang Memasukkan ke Surga dalam Berbangsa dan Bernegara
Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Washiyullah Abbas
Terjemah oleh Ustadz Mustamin Musaruddin, Lc.
Download

Kaidah Ketenangan dan Kedamaian dalam Negeri
Fadhilatusy Syaikh Muhammad Abdullah Bamusa
Terjemah oleh Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.
Download

Kaidah Ketenangan dan Kedamaian dalam Negeri
Fadhilatusy Syaikh Abdul Aziz Al-Bura'iy
Terjemah oleh Ustadz Abdul Mu'thi Al-Maidany
Download

Rumahku Surgaku
Fadhilatusy Syaikh Abdul Hady Al-Umairy, MA.
Terjemah oleh Ustadz Ali Basuki, Lc.
Download

Penutupan
Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi
Download

Masjid Al-Markaz Al-Islami Jenderal M. Jusuf Makassar
29 Syawwal 1438 H
23 Juli 2017 M

#TAUAMks2017
#NegerikuadalahSurgaku

Selasa, 25 Juli 2017

Hidup Bahagia dengan Bertauhid


Kebahagian hidup adalah dambaan setiap insan yang hidup di atas muka bumi ini, merupakan tuntutan dalam sebuah masyarakat, serta sebuah pondasi dasar untuk sebuah negeri.
Upaya manusia dalam mencapai kebahagiaan sangatlah beraneka ragam, juga berbagai pandangan manusia dalam makna kebahagian adalah sulit dijumlah.
Namun, banyak kaum muslimin yang lalai bahwa sumber kebahagian dan keamanan itu semuanya berakar dan bercabang dari keimanan kepada Allah dan menauhidkan-Nya.
Allah telah mengingatkan dalam Muhkâm Kitab-Nya,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan yang beriman (bertauhid), sesungguhnya Kami akan memberi kehidupan yang baik (indah, bahagia) kepadanya dan sesungguhnya Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]

Kebahagian hidup dengan tauhid ini adalah suatu nikmat Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia. Nabi Yusuf ‘alaihis salâm mengingatkan sebagaimana dalam firman Allah,

وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ

“Dan aku mengikuti agama bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub. Tiadalah kami (para Nabi) patut mempersekutukan sesuatu apapun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur (kepada-Nya).” [Yûsuf: 38]

Bahkan, banyak manusia tidak mengetahui bahwa menauhidkan Allah dalam ibadah adalah nikmat Allah yang paling besar untuk seorang hamba. Oleh karena itu, dalam surah An-Nahl -dikenal juga dengan nama surah An-Ni’âm ‘penyebutan nikmat-nikmat Allah’- nikmat yang paling pertama disebut adalah nikmat diutusnya para rasul dengan membawa tauhid. Allah berfirman,

يُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاتَّقُونِ

“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: ‘Hendaknya kalian memperingatkan bahwasanya tiada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi, kecuali Aku, maka hendaklah kalian bertakwa kepada-Ku.’.” [An-Nahl: 2]

Sungguh, dalam memurnikan ibadah kepada Allah, terdapat kebebasan bagi hamba akan perbudakan terhadap dirinya sendiri dan kepada syaithan. Dengan tauhid, seorang hamba terbebas dari ketergantungan dan mengharap kepada makhluk, dari takut terhadap mereka, serta dari beramal untuk mereka. Orang yang bertauhid hanya bergantung kepada Allah serta takut dan mengharap hanya kepada-Nya. Inilah hakikat kebahagian abadi dan kemuliaan sejati.
Tauhid -sebagaimana yang ulama sebutkan- adalah seseorang mengucapkan syahadat La Ilâha Illallâh ‘tiada ilah (sembahan) yang berhak diibadahi, kecuali Allah’ dan Nabi Muhammad adalah rasul Allah, dengan meyakini makna dan menjalankan konsekuensinya. Tauhid bukanlah sekadar mengakui bahwa Allah Yang Mencipta, Memberi Rezeki, Menghidupkan dan Mematikan, … dan seterusnya di antara berbagai makna penetapan keesaan Allah dalam perciptaan, perbuatan, dan pengaturan serta kekuasaan-Nya. Melainkan, yang dimaksud dengan tauhid adalah penetapan bahwa ibadah hanyalah untuk Allah. Sehingga, seorang hamba tidaklah berdoa, bernadzar, menyembelih, mendirikan shalat, berzakat, menunaikan puasa dan haji, kecuali kepada Allah, serta tidak mengharap dan tidak takut, kecuali hanya kepada-Nya. Tiada suatu ibadah pun yang dilakukan oleh orang yang bertauhid, kecuali murni hanya untuk Allah saja, tiada sekutu dan serikat bagi-Nya.
Tauhid adalah keimanan, sedang tidak akan ada suatu keimanan tanpa tauhid.
Berikut kami akan menjelaskan beberapa keutamaan orang yang bertauhid dan memurnikan ibadahnya hanya untuk Allah agar seorang hamba merenungi keindahan dan kebahagian hidup dengan bertauhid.

Pertama: tauhid adalah fitrah manusia yang mencocoki dasar dan tujuan penciptaan makhluk. Allah berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” [Adz-Dzâriyât: 56]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits Qudsi,

وَإِنِّي خَلَقْتُ عِبَادِي حُنَفَاءَ كُلَّهُمْ، وَإِنَّهُمْ أَتَتْهُمُ الشَّيَاطِينُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِينِهِمْ، وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ مَا أَحْلَلْتُ لَهُمْ، وَأَمَرَتْهُمْ أَنْ يُشْرِكُوا بِي مَا لَمْ أُنْزِلْ بِهِ سُلْطَانًا

“… dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku sebagai orang-orang hanif ‘cenderung kepada tauhid, meninggalkan kesyirikan’. Sesungguhnya para syaithan mendatangi mereka lalu menyesatkan mereka dari agama mereka, mengharamkan hal-hal yang dihalalkan untuk mereka dan memerintah mereka untuk berbuat kesyirikan terhadap-Ku, suatu hal yang Aku tidak menurunkan keterangan tentangnya ….” [Diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Iyâdh bin Himâr Al-Mujâsya’iy radhiyallâhu ‘anhu]

Kedua: tauhid adalah sumber keamanan dan jaminan hidayah bagi seorang hamba. Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat hidayah.” [Al-An’âm: 82]

Ketiga: karena tauhid merupakan pokok kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia, Allah mengutus para nabi dan rasul dengan misi tauhid ini. Allah Ta’âlâ berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan),‘Beribadahlah kepada Allah (semata) dan jauhilah thaghut (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah).’. [An-Nahl: 36]

Keempat: tauhid adalah hal yang mengukuhkan seorang hamba dalam kehidupannya di dunia, di alam kubur, dan di akhirat. Allah Jalla Jalâluhu berfirman,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu (kalimat tauhid) dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” [Ibrahîm: 27]

Kelima: tauhid adalah perintah pertama dalam Al-Qur`an. Demikianlah disebutkan dalam firman Allah Subhânahu wa Ta’âla,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” [Al-Baqarah: 21]

Keenam: tauhid adalah syarat untuk keamanan suatu negeri. Bahkan, tidak akan tercipta keamanan dalam suatu negeri tanpa membersihkan segala jenis kesyirikan dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah. Inilah yang tertanam dalam diri Nabi Ibrahim ‘alaihis salâm sehingga, pada awal merintis Makkah, beliau berdoa kepada Allah untuk keamanan Makkah sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla terangkan dalam firman-Nya,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ. رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, ‘Wahai Rabb-ku, jadikanlah negeri (Makkah) ini sebagai negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Wahai Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia.’.” [Ibrahîm: 35-36]

Ketujuh: tauhid adalah syarat kejayaan umat Islam. Allah mengingatkan dalam firman-Nya,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka, serta Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Ku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang fasik.” [An-Nûr: 55]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa syarat kejayaan dan kekukuhan umat ini adalah dengan memurnikan ibadah hanya untuk Allah sebagaimana dalam sabda beliau,

بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالتَّمْكِينِ فِي الْبِلَادِ، وَالنَّصْرِ، وَالرِّفْعَةِ فِي الدِّينِ، وَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ بِعَمَلِ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، فَلَيْسَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ

“Berilah kabar gembira kepada umat ini dengan kejayaan, kekukuhan di negeri-negeri, pertolongan, dan ketinggian dalam agama. Barangsiapa di antara mereka yang beramal akhirat untuk dunia, tidaklah ada bagian untuknya di akhirat.” [Diriwayatkan oleh Ahmad, Abdullah bin Ahmad dalam Zawâ`id Al-Musnad, Ibnu Hibbân, Al-Hâkim, dan Al-Baihaqy dari Ubay bin Ka’ b radhiyallâhu ‘anhu. Dishahihkan oleh Al-Albâny dalam Ahkâmul Janâ`iz]

Kedelapan: karena pentingnya tauhid dalam kehidupan dan jaminan kesejahteraan untuk keturunan, Nabi Ya’qub ‘alaihis salâm, pada akhir hayatnya, menekankan masalah ini kepada keturunannya sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah Rabbul ‘Âlamîn,

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, tatkala ia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kalian sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, yakni Ibrahim, Ismail dan Ishaq: Sembahan Yang Maha Satu dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’.” [Al-Baqarah: 133]

Kesembilan: hidup dengan menauhidkan Allah adalah penunaian hak Allah terhadap diri seorang hamba. Dari Mu’âdz bin Jabal radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata, “Saya pernah membonceng pada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai, lalu beliau bersabda kepadaku, ‘Wahai Mu’âdz, tahukah engkau apa hak Allah terhadap para hamba dan apa hak para hamba atas Allah?’ Saya menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun menjelaskan,

حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً

‘Hak Allah terhadap para hamba ialah mereka beribadah kepada-Nya semata dan tidak berbuat syirik sedikit pun terhadap-Nya, sedang hak para hamba atas Allah adalah bahwa Allah tidak akan mengadzab orang yang tidak berbuat syirik sedikit pun terhadap-Nya.’.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim]

Kesepuluh: tauhid adalah jaminan bagi seorang hamba untuk dimasukkan ke dalam surga Allah. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ، وَالْجَنَّةَ حَقٌّ وَالنَّارَ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ

“Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada sembahan yang benar, kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya, serta (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah dan rasul-Nya dan kalimat-Nya yang Dia sampaikan kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah benar adanya juga neraka adalah benar adanya, Allah pasti memasukkan dia ke dalam surga betapapun amal yang telah dia perbuat.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari ‘Ubâdah bin Ash-Shâmit radhiyallâhu ‘anhu]
Juga Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Lâ Ilâha Illallâh dalam keadaan mengharapkan wajah Allah dengan hal tersebut.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits ‘Itbân bin Malik radhiyallâhu ‘anhu]

Kesebelas: tauhid adalah sebab pengampunan dosa yang terkuat. Allah Jallat ‘Azhamatuhu memerintah kepada Nabi-Nya untuk memohon ampunan setelah tugas tentang mengetahui tauhid,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada ilah ‘sembahan’ (yang berhak diibadahi), kecuali Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan.”[Muhammad: 19]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa Allah Ta’âlâ telah berfirman dalam hadits Qudsi,

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

‘‘Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, tetapi engkau mati dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun terhadap-Ku, niscaya Aku memberikan ampunan sepenuh bumi pula kepadamu.” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidzy dan selainnya dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu. Dihasankan karena jalur lain pendukungnya oleh Al-Albâny dalam Ash-Shahîhah no. 123]

Kedua belas: orang-orang yang bertauhid, bila dimasukkan ke dalam neraka karena dosa, tidak akan kekal di dalam neraka dan pasti akan dimasukkan ke dalam surga. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ

“Akan keluar dari api neraka, orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’, sedang dalam hatinya terdapat kebaikan seberat jelai. Akan keluar dari api neraka, orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’, sedang dalam hatinya terdapat kebaikan seberat gandum. Akan keluar dari api neraka, orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’, sedang dalam hatinya terdapat kebaikan seberat dzarrah.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu]

Ketiga belas: syafa’at, yang merupakan kemuliaan dari Allah untuk hamba pada hari kiamat, hanya diberikan kepada orang-orang yang bertauhid. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

لَا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا

“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at, kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi (Allah) Yang Maha Pemurah.” [Maryam: 87]

Kata perjanjian dalam ayat di atas ditafsirkan oleh sejumlah ahli tafsir dengan kalimat Lâ Ilâha Illallâh. [Bacalah: Tafsir Ibnu Jarîr, Tafsir Ibnu Kâtsir, dan Zâdul Masîr karya Ibnul Jauzy]
Ketika Abu Hurairah bertanya tentang manusia yang paling bergembira mendapatkan syafa’at Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ

“Manusia yang berbahagia mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang berucap ‘Lâ Ilâha Illallâh’ dengan keikhlasan dari dirinya.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry]

Keempat belas: tauhid adalah puncak segala kebenaran. Demikianlah yang disebutkan oleh Abu Shalih, ‘Ikrimah, dan selainnya dari kalangan ulama tafsir salaf yang menafsirkan kata yang benar pada firman Allah Ta’âlâ,

يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا

“Pada hari ketika ruh (Jibril, manusia) dan para malaikat berdiri bershaf-shaf. Mereka tidak berkata-kata, kecuali orang yang telah diberi izin oleh (Allah) Yang Maha Pemurah kepadanya, dan ia mengucapkan kata yang benar.” [An-Naba`: 38]

Kelima belas: tauhid adalah penyelamat hamba dari bahaya dan kesulitan, serta memberi jalan keluar bagi seorang hamba menuju kebaikannya. Perhatikanlah Nabi Yunus ‘alaihis salâm yang diselamatkan dari perut ikan lantaran kalimat tauhid dalam doanya sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya,

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Nabi Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap (dalam perut ikan), ‘Bahwa tidak ada ilah ‘(sembahan’ selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku tergolong sebagai orang-orang zhalim.’.” [Al-Anbiyâ`: 87]

Keenam belas: amalan shalih apapun yang dilakukan tidak akan diterima tanpa dasar tauhid. Allah telah menjelaskan,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak diperintah, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya sebagai orang-orang yang hanif (cenderung kepada tauhid, meninggalkan kesyirikan), serta agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [Al-Bayyinah: 5]

Juga dalam firman-Nya, Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskan amalan pelaku syirik akbar,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Dan kami menghadapi segala amalan yang mereka kerjakan, lalu kami menjadikan amalan itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” [Al-Furqân: 23]

Ketujuh belas: karena tauhid, kitab-kitab suci diturunkan oleh Allah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ. أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنَّنِي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ

Alif lâm râ. (Inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah), Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, agar kalian tidak menyembah, kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira dari-Nya kepada kalian.”[Hûd: 1-2]


Banyak lagi keutamaan tauhid yang belum bisa disebutkan di sini. Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang bertauhid, selalu membela tauhid, serta selalu berada di atas tauhid di kehidupan dunia dan akhirat. Amin Yâ Mujîbas Sâ`ilîn.

Sumber:
http://dzulqarnain.net/hidup-bahagia-dengan-bertauhid.html

Senin, 24 Juli 2017

Ucapan Indah Para Salaf Tentang Kedudukan Ilmu & Ulama


Ucapan Indah Para Salaf Tentang Kedudukan Ilmu & Ulama

▪ Berkata Sufyan Ats Tsaury rahimahullah;

أرفع الناس عند الله منزلة من كان بين الله وبين عباده وهم الأنبياء والعلماء

"Manusia yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah yang menjadi perantara antara Allah dan para hamba-Nya, mereka adalah para nabi dan para ulama' (orang-orang yang berilmu)."
Riwayat Al Khathib dalam Al Faqih Wal Mutafaqqih (1/148)

▪ Beliau rahimahullãh juga berkata;

لم يعط أحد في الدنيا شيئا أفضل من النبوة، وما بعد النبوة شيء أفضل من العلم والفقه

"Tidaklah ada sesuatu yang diberikan kepada seseorang di dunia ini yang lebih utama dari kenabian, dan setelah kenabian tidaklah ada perkara yang lebih utama dari ilmu dan fiqih."
Riwayat Al Khathib dalam Al Faqih Wal Mutafaqqih (1/149)

▪ Berkata Sahl rahimahullãh;

من أراد النظر إلى مجالس الأنبياء فلينظر إلى مجالس العلماء فاعرفواهم ذلك

"Barangsiapa yang hendak melihat kepada majelisnya para nabi, maka hendaklah ia melihat kepada majelisnya para ulama', maka kenalilah mereka dengan hal tersebut."
Riwayat Al Khatib dalam Al Faqih Wal Mutafaqqih (1/149)

▪ Berkata Asy Syafi'i rahimahullãh;

إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي

"Jikalau bukanlah para fuqoha' (orang-orang yang memiliki pemahaman dalam agama) yang beramal adalah para wali Allah, maka sungguh tidak ada lagi wali Allah (jika bukan mereka)."
Riwayat Al Baihaqi dalam Al Madkhal (174)

▪ Berkata Sufyan Ats Tsaury dan Asy Syafi'i rahimahumallãh;

ليس بعد الفرائض أفضل من طلب العلم

"Tidaklah ada perkara setelah amalan-amalan wajib yang lebih utama daripada menuntut ilmu."
Riwayat Abu Nu'aim dalam Al Hilyah (6/363)

▪ Berkata Abu Muslim Al Khaulany _rahimahullãh;

العلماء في الأرض مثل النجوم في السماء إذا بدت للناس اهتدوا بها وإذا خفيت عليهم تحيروا

"Para ulama' di permukaan bumi ini bagaikan bintang-bintang di langit; Jika muncul di tengah manusia, maka mereka akan mendapat petunjuk dengannya, dan jika tidak muncul, maka mereka akan kebingungan."
Riwayat Al Baihaqi dalam Al Madkhal (274)

Berkata Abu Ja'far Muhammad bin 'Ali _rahimahullãh;

لموت عالم أحب إلى إبليس من موت سبعين عابدا

"Sungguh kematian seorang 'alim lebih dicintai oleh Iblis daripada kematian tujuh puluh ahli ibadah."
Shifatus Shafwah (2/458)

Wallohu a'lam
Ustadz Fauzan Abu Muhammad Al Kutawy hafizhahullah

Nasehat Ulama - Baktimu kepada kedua orangtua


LEMBAR NASEHAT
Baktimu kepada kedua orangtua

Berkata Asy-Syaikh Al-'Utsaimin_'Alahi rahmatullah_ :

*إذا تأمّلنا في أحوال النّاس اليومَ*
*​وجدنا كثيراً مِنهم لا يَبرَّ بوالديه​*
*​بل هو عاقٌّ​*
*​تجدهُ يُحسنُ إلى أصحابه​*
*​ولا يملُّ الجلوس معهم​*.
*لكن لو يجلس إلى أبيه أو أمِّه ساعةً*  
*من نهار لوجدته متململاً​*
*​كأنّما هو على الجمر​ فهذا ليس ببارٍّ​*.
*​بل البَارُّ​* :
*​مَن يَنشرحُ صدْرهُ لأُمِّه وأبيه​*
*​ويخدمهما على أهداب عينيه​*
*​ويحرص غايةَ الحرص على رضاهما​*
*بكلِّ ما يستطيع*

Jika kita memperhatikan kondisi manusia sekarang ini.
Niscaya kita akan mendapati kebanyakan dari mereka tidak berbakti kepada kedua orangtuanya bahkan ia durhaka kepadanya.
Engkau mendapatinya berbuat baik kepada teman-temannya.
Tidak pernah merasa bosan duduk ngobrol bersama mereka.
Akan tetapi,
Tatkala ia duduk bersama ayah atau ibunya beberapa saat sunguh ia merasa jenuh.
Seakan-akan ia duduk di atas bara api.
Sungguh ia bukanlah orang yang berbakti.

Orang yang berbakti :
*Senantiasa melapangkan dada untuk ibu dan ayahnya,
*Senantiasa melayani keduanya dengan senang hati,
*Bersemangat untuk meraih keridhoan keduanya dari apa yang ia sanggupi.

 SUMBER :
Syarah Al-'Aqidah Al-Wasithiyyah
____________________________
Alih bahasa :
Abu 'abdillah sahl.

Sholat Sunnah Subuh Setelah Sholat Subuh Berjamaah


Assalamu alaikum ustad,   apakah ada hadits yang menerangkan bahwa kita boleh melakukan sholat sunnah subuh setelah sholat subuh berjamaah asalkan tidak melewati waktu terbitnya matahari. Jazakallah khairan ustad.

JAWABAN :
Wa'alaikumus salam warahmatullah wabarakatuh.
Seorang muslim ataukah muslimah jika terluputkan dari pelaksanaan sholat sunnah fajar_subuh maka ia boleh memilih salah satu dari dua pilihan :

1.Melaksanakan sholat sunnah subuh tersebut setelah ia menunaikan sholat subuh.
Dan perbuatan ini tidak masuk dalam kategori larangan sholat setelah sholat subuh sampai terbitnya matahari,
karena adanya sebab dan udzur.

2.Melaksanakan sholat sunnah tersebut setelah terbitnyanya matahari_ masuknya waktu dhuha.
Dan kedua perkara ini telah shohih penukilannya dari nabi_shallallahu 'alaihi wa sallam_.
Dan yang lebih utama dan afdhol adalah melaksanakan sholat sunnah subuh setelah terbitnya matahari disebabkan adanya seruan dalam bentuk perintah dari nabi 'alaihis salam akan hal tersebut,
Sebagaimana diriwayatkan oleh imam timidzi dalam sunannya dari sahabat abu hurairah_radhiyallahu 'anhu_ :

*من لم يصل ركعتي الفجر فليصلهما بعدما تطلع الشمس*

Artinya :
Barangsiapa yang terluputkan sholat sunnah subuh dua rakaat_hendaklah ia melaksanakannya setelah terbit matahari.
Demikian pula diriwayatkan dari abdullah ibnu umar bahwa beliau mengqodho sholat sunnah subuh ini diwaktu dhuha.
Adapun pelaksanaan sholat sunnah subuh setelah pelaksanaan sholat subuh datang dalam bentuk taqrir_persetujuan dari nabi.
*Silahkan Lihat kitab majmu' fatawa syaikh ibnu baz_rahimahullah_ : 11/ 373*.

Akan tetapi jika seseorang khawatir lupa atau tersibukkan sehingga melalaikannya dari pelaksanaan sholat sunnah subuh yang terluputkan darinya maka yang lebih afdhol baginya untuk melaksanakan sholat sunnah tersebut setelah sholat subuh.
Wallahu a'lam.
Berkata Asy-syaikh al-'ustaimin_rahimahullah_ :


ولكن إن أخر قضاءها إلى الضحى ، ولم يخش من نسيانها ، أو الانشغال عنها فهو أولى.

Artinya :
Akan tetapi,jika ia menunda pelaksanaan sholat sunnah subuh ke waktu dhuha dan ia tidak khawatir lupa dan tersibukkan darinya maka tentunya perkara ini lebih afdhol.
Lihat situs syaikh ustaimin no pertanyaan : 915.
Wallahu ta'ala a'lam bish-showab.


الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات.

Abu 'abdillah Sahl.

Selasa, 04 Juli 2017

Prtnyaan seputar tahajjud


Bismillah...
Pertanyaan :
Afwan mau bertanya ustadz.
Sebelum tidur, kita disunnahkan sholat witir walau pun satu (1) rakaat dan di samping itu, boleh sholat tahajjud walaupun belum tidur.
Apakah dikerjakan dua-duanya sebelum tidur atau bagaimana? Di samping itu ana takut tidak bangun tahajjud di 1/3 malam karena tidak bisa melawan rasa kantuk.

Mohon penjelasannya?

Jawaban :
Jika antum khawatir tidak bisa bangun malam, maka tidak mengapa bagi antum untuk melaksanakan qiyamul lail sebelum tidur dan ditutup dengan witir.
Apakah sholat yang antum kerjakan ini dinamakan sholat tahajjud?
Ada khilaf dikalangan ulama. Ada yang berkata bahwa tidak dinamakan tahajjud karena tahajjud itu adalah sholat yang dikerjakan setelah tidur.
Ini adalah pendapat ulama Syafi`iah dan dikuatkan oleh dua imam ahli tafsir yaitu Al Imam Al Qurtubi dan Al Imam Ibnu Katsir.
Ada yang berkata bahwa tetap dinamakan tahajjud karena tahajjud itu adalah sholat yang dikerjakan di malam hari setelah isya, apakah sdh tidur ataupun belum. Pendapat ini adalah pendapat ulama malikiyyah dan ini adalah pendapat Syaikh Ibnu Baz.
Wallahu a'lam

Ustadz Abu Abdirrahman Thoriq

Saluran 1 Radio An-Nashihah

Saluran 2 Radio An-Nashihah

Terbaru

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Berlangganan

Sign Up in Seconds

Dapatkan Artikel Terbaru Kami Melalui Email.

Powered By : Al-Haudh

Facebook

Youtube

 
//