Jumat, 18 Agustus 2017

BUKAN YANG TERBANYAK


BUKAN YANG TERBANYAK

 ‏قال العلامة ابن عثيمين رحمه الله :

" إصابةُ السنةِ أفضل من كثرة العمل، ولذا قال ﷻ: ﴿ليبلوكم أيكم أحسن عملا﴾ ولم يقل أكثر عملا "

  صفة الصلاة - ص١٧٩٠

Berkata Al-'allaamah IBNU UTSAIMIN - رحمه الله - :

Bersesuaian dengan sunnah itu lebih utama di bandingkan dengan banyaknya amalan,

Oleh karena itu Alloh - سبحانه وتعالى - Berfirman :

" untuk menguji kalian siapa yang paling baik amalannya "
(Al-mulk : 02)

Dan Alloh tidak firmankan : yang paling banyak amalannya.

( sifatu as-sholah 1790 )

Akhukum ABU SULAIMAN AL-MAIDANI

Kamis, 17 Agustus 2017

Ladang pahala


LADANG PAHALA YANG TERLUPAKAN
Teks Hadits

عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى أُمِّ مُبَشِّرٍ الْأَنْصَارِيَّةِ فِي نَخْلٍ لَهَا، فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ؟ أَمُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ؟» فَقَالَتْ: بَلْ مُسْلِمٌ، فَقَالَ: «لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا، وَلَا يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ، وَلَا دَابَّةٌ، وَلَا شَيْءٌ، إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً» رواه مسلم

Dari Jâbir bin Abdillah _radhiyallâhu anhu_, beliau bertutur, sesungguhnya Nabi _shallallâhu ’alaihi wa sallam_ memasuki sebuah kebun kurma milik Ummu Mubasysyir Al-Anshâriyyah, kemudian Nabi _shallallâhu ’alaihi wa sallam_ bertanya kepadanya,

يَا أُمَّ مَعْبَدٍ، مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَمُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ؟

“Wahai Ummu Ma'bad, siapa yang menanam pohon kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?”
(Ummu Mubasysyir) menjawab, “Bahkan seorang muslim.”
Maka beliau (shallallâhu ’alaihi wa sallam) bersabda,

لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا، وَلَا يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ، وَلَا دَابَّةٌ، وَلَا شَيْءٌ، إِلَّا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً

“Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon, tidak pula memelihara sebuah tanaman, kemudian manusia, hewan, dan apapun makan dari (tanaman) itu, kecuali hal tersebut menjadi sedekah baginya.”
[Diriwayatkan oleh Muslim]
Masih hadits Jabir dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ

"Tidaklah seorang muslim menanam sebuah tanaman, kecuali bahwa apa-apa yang dimakan dari (tanaman) itu adalah sedekah untuknya, apa-apa yang dicuri dari (tanaman) itu adalah sedekah baginya, apa-apa yang dimakan dari (tanaman) itu oleh binatang buas adalah sedekah baginya, apa-apa yang dimakan oleh burung-burung adalah sedekah baginya, dan tidak siapapun yang mengambil dari (tanaman) itu, kecuali menjadi sedekah untuknya."
[Diriwayatkan oleh Muslim]

Makna Hadits
Hadits ini menjelaskan bahwa siapa saja yang menanam sebuah pohon atau tanaman apa saja, kemudian makhluk –baik manusia, hewan-hewan, burung-burung, binatang buas, atau apa saja- mengambil manfaat dari tanaman itu, hal tersebut akan terhitung sebagai sedekah dan pahala untuknya pada hari kiamat.
Namun, pahala ini hanya berlaku untuk seorang muslim yang menanam pohon, bukan untuk orang kafir.

Faedah dan Pelajaran
1. Keutamaan menanam pohon.
2. Keutamaan bercocok tanam.
3. Pohon dan tanaman serta manfaat yang keluar darinya akan menjadi amalan jariyyah hingga hari kiamat.
4. Pahala dan keutamaan hanya khusus untuk kaum muslimin.
5. Keutamaan tauhid dan keislaman, karena amalan tanpa tauhid dan keislaman tidaklah diterima.
6. Orang yang menjadi sebab kebaikan akan meraih pahala karena kebaikannya.
7. Anjuran Islam dalam hal penghijauan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.
8. Mengandung dalil bagi ulama yang berpendapat bahwa mata pencaharian terbaik adalah dalam bercocok tanam.
9. Rahmat Allah berupa banyaknya pintu-pintu kebaikan.
10. Sebagian amalan yang mengandung maslahat dan manfaat bagi manusia menjadi pahala bagi pemiliknya, walaupun tidak dia niatkan.
Jika dia meniatkan sebagai kebaikan, tentunya akan menjadi kebaikan di atas kebaikan.
11. Rahmat kepada makhluk Allah.
Demikianlah riwayat yang semakna dibawakan oleh Imam Al-Bukhâriy dalam Bab "Rahmat kepada Manusia dan Hewan-Hewan".
12. Mengandung keterangan akan bolehnya seseorang memiliki mata pencaharian dalam bentuk bercocok tanam maupun selainnya.

13. Berisi anjuran bekerja dan beramal serta berpenghasilan dengan tangan sendiri, bukan pengangguran dan tanpa manfaat.
14. Mengandung keterangan bahwa siapa saja yang menanam tanaman di tanah orang, tanaman tersebut adalah milik si penanam, sedang pemilik tanah berhak meminta upah sewa atas penanaman di atas tanahnya. Demikian yang disebutkan oleh Ibnu Baththal dan selainnya.
15. Berisi keterangan bahwa seorang manusia kadang mendapat pahala dari hartanya yang dicuri atau hilang tanpa sepengetahuannya.
16. Hiburan dan kegembiraan terhadap harta yang berkurang, karena pahalanya kadang tidak terbatas.
[Syarh Al-Bukhâriy karya Ibnu Baththal 6/456, 9/220, Ath-Thaudhih Karya Ibnul Mulaqqin 28/315, Syarh Muslim oleh An-Nawawiy 10/213, Ikmâl Al-Mu’allim 5/214, Al-Mirqâh 4/1339 dan Syarh Riyâdhush Shâlihin oleh Ibnu ‘Utsaimin 2/195-196]
---------------------
Sumber: channel Telegram Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi

PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH


PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Meruqyah bukan sesuatu yang sulit, bukan pula sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh segelintir orang, tidak pula membutuhkan kemampuan khusus layaknya seorang dukun, dan sampai saat ini kami belum pernah mendengarkan para ulama sejak masa Salaf sampai hari ini yang mengadakan PELATIHAN RUQYAH, tidak pula pelatihan ruqyah massal atau pelatihan ruqyah mandiri, seperti pelatihan-pelatihan yang ditekuni oleh sebagian orang hari ini.

MAKNA RUQYAH

Asy-Syaikhul ‘Allamah Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan hafizhahullah berkata,

والرُّقْيَة: القراءة على المريض

“Ruqyah adalah bacaan untuk mengobati orang yang sakit.” [I’aanatul Mustafid, 1/150]

Inilah makna ruqyah yang dipahami ulama dari dalil-dalil syar'i, yaitu untuk pengobatan terhadap orang sakit. Kami belum mendapatkan para ulama mengajarkan RUQYAH RUMAH, RUQYAH BRANKAS, apalagi RUQYAH LANGIT untuk memindahkan hujan.

BEBERAPA HADITS TENTANG CARA MERUQYAH

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ عَنْهُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا

“Bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam apabila sakit, beliau membacakan untuk dirinya al-mu’awwidzaat (bacaan-bacaan untuk memohon perlindungan kepada Allah) dan meniup dengan sedikit ludah, maka tatkala sakitnya semakin keras akulah yang membacakan untuk beliau dan aku mengusap diri beliau dengan tangan beliau sendiri karena mengharap (kepada Allah) adanya keberkahan tangan beliau.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha juga berkata berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى الْإِنْسَانُ الشَّيْءَ مِنْهُ، أَوْ كَانَتْ بِهِ قَرْحَةٌ أَوْ جُرْحٌ، قَالَ: النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِصْبَعِهِ هَكَذَا، وَوَضَعَ سُفْيَانُ سَبَّابَتَهُ بِالْأَرْضِ، ثُمَّ رَفَعَهَا بِسْمِ اللهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا

“Bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam apabila seseorang merasakan suatu penyakit, bisul atau luka, maka beliau shallallahu’alaihi wa sallam menggunakan jarinya seperti ini –Sufyan (rawi hadits) meletakkan jari telunjuknya ke bumi- kemudian beliau mengangkatnya seraya membaca:

بِسْمِ اللهِ، تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيقَةِ بَعْضِنَا، لِيُشْفَى بِهِ سَقِيمُنَا، بِإِذْنِ رَبِّنَا

“Bismillaahi turbatu ardhina, bi riyqoti ba’dhina, liyusyfaa bihi saqiimuna, biidzni Robbinaa”

Dengan nama Allah, bahwa tanah bumi kami disertai ludah sebagian kami, agar sembuh dengan sebab itu orang sakit kami, dengan izin Rabb kami.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini lafaz Muslim]

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

وَمَعْنَى الْحَدِيثِ أَنَّهُ يَأْخُذُ مِنْ رِيقِ نَفْسِهِ عَلَى أُصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ ثُمَّ يَضَعُهَا عَلَى التُّرَابِ فَيَعْلَقُ بِهَا مِنْهُ شَيْءٌ فَيَمْسَحُ بِهِ عَلَى الْمَوْضِعِ الْجَرِيحِ أَوِ الْعَلِيلِ وَيَقُولُ هَذَا الْكَلَامَ فِي حَالِ الْمَسْحِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ

“Makna hadits: Beliau membasahi jari telunjuknya dengan ludah beliau sendiri, kemudian meletakkan jarinya di atas tanah sehingga menempel sedikit debu tanah tersebut, lalu beliau mengusap bagian tubuh orang yang terluka atau sakit dan membaca doa ini ketika mengusapnya, wallaahu a’lam.” [Syarhu Muslim, 14/184]

Dari Sahabat yang Mulia Tsabit bin Qois bin Syammaas radhiyallahu’anhu, dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ - قَالَ: أَحْمَدُ وَهُوَ مَرِيضٌ - فَقَالَ: «اكْشِفِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ» ثُمَّ أَخَذَ تُرَابًا مِنْ بَطْحَانَ فَجَعَلَهُ فِي قَدَحٍ ثُمَّ نَفَثَ عَلَيْهِ بِمَاءٍ وَصَبَّهُ عَلَيْهِ

“Bahwa beliau menjenguk Tsabit bin Qois –Ahmad berkata: Ketika itu Tsabit bin Qois dalam keadaan sakit- maka beliau bersabda (membaca),

اكْشِفِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ عَنْ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ
 

“Iksyifil ba’sa Robban naasi ‘an Tsabit bin Qois bin Syammaas”

“Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia dari Tsabit bin Qois bin Syammaas.” Kemudian beliau mengambil tanah dari Bathhaan (satu lembah di Madinah), meletakkannya dalam bejana, lalu beliau meniupnya dengan air dan menyiramkannya kepada Tsabit.” [HR. Abu Daud, lihat Fathul Baari, 10/208 dan Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/88 no. 16951]

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,

وقد ثبت عنه صلى الله عليه وسلم أنه رقى لثابت بن قيس بن شماس في ماء ثم صبه عليه

“Telah tsabit (diriwayatkan dengan sanad yang jayyid) dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau meruqyah Tsabit bin Qois bin Syammaas di air dan menyiramkan air tersebut kepadanya.” [Fatawa Nur ‘alad Darbi, 1/329]

MENGAJARI TAUHID DAN CARA MERUQYAH DIRI SENDIRI

Inilah tugas penting seorang yang meruqyah, yaitu mengajari kaum muslimin untuk bertawakkal kepada Allah ta’ala dan memurnikan seluruh ibadah hanya kepada-Nya serta memperingatkan bahaya kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan, kemudian mengajarinya doa-doa untuk meruqyah dirinya sendiri, tidak boleh meminta ruqyah kepada orang lain, karena hal itu dapat mengurangi kesempurnaan tauhid atau bahkan menghilangkan tauhid sama sekali.

Sahabat yang Mulia Utsman bin Abil ‘Ash Ats-Tsaqofi radhiyallahu’anhu berkata,

أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَجَعًا يَجِدُهُ فِى جَسَدِهِ مُنْذُ أَسْلَمَ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“Bahwa beliau pernah mengadu kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam tentang rasa sakit di badannya sejak masuk Islam, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepadanya: Letakkan tanganmu di bagian tubuhmu yang sakit dan bacalah:

بِسْمِ اللَّهِ
 

“Bismillaah” (Dengan nama Allah) tiga kali.

Lalu baca sebanyak tujuh kali:

أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

“A’uudzu billaahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadziru” (Aku berlindung kepada Allah dan kemampuan-Nya dari kejelekan yang aku dapati dan aku khawatirkan).” [HR. Muslim]

PENJELASAN ULAMA TENTANG CARA MERUQYAH

Disebutkan dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah,

وهي تكون بالقراءة والنفث على المريض، سواء كان يرقي نفسه أو يرقيه غيره، ومنها قراءة القرآن في الماء للمريض وشربه إياه

“Cara meruqyah adalah dengan membaca dan meniup kepada orang yang sakit, sama saja ketika ia meruqyah dirinya atau meruqyah orang lain, dan diantara caranya adalah membaca Al-Qur’an di air untuk orang sakit dan meminumkan air tersebut kepadanya.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/88 no. 16951]

Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,

فالرقية تكون بالقرآن، وبالدعوات الطيبة على محل الألم، ينفث على محل الألم: في صدره، أو رأسه، أو يده، أو رجله

“Ruqyah dilakukan dengan membacakan Al-Qur’an dan doa-doa yang baik terhadap bagian tubuh yang sakit, seraya meniup bagian yang sakit tersebut, apakah di dadanya, kepalanya, tangannya atau kakinya.” [Fatawa Nur ‘alad Darb, 1/325]

Beliau rahimahullah juga berkata,

الرقية تكون على المريض بالنفث عليه، وتكون في ماء يشربه المريض أو يتروش به

“Meruqyah orang yang sakit adalah dengan meniupnya (setelah membaca), dan boleh juga dengan membaca pada air dan si sakit meminumnya atau mandi dengannya.” [Fatawa Nur ‘alad Darb, 1/329]

Beliau rahimahullah juga berkata,

ولا حرج في القراءة في الماء والزيت في علاج المريض والمسحور والمجنون، ولكن القراءة على المريض بالنفث عليه أولى وأفضل وأكمل

“Tidak mengapa membacakan ruqyah di air dan minyak untuk mengobati orang yang sakit, yang kena sihir atau yang gila, akan tetapi membacakan langsung disertai tiupan kepada orang sakit tersebut lebih utama, lebih afdhal dan lebih sempurna.” [Majmu’ Al-Fatawa, 19/339]

Asy-Syaikh Mubarok bin Muhammad Al-Mili Al-Jazaairi rahimahullah berkata,

وصفة الرقية أن يقرأ القارئ على محل الألم أو على يديه للمسح بهما، أو في ماء ونحوه، وينفث أثر القراءة نفثاً خالياً من البزاق، وإنما هو نفس معه بلل من الريق

“Sifat ruqyah adalah seseorang membacakan ruqyah atas bagian tubuh yang sakit atau atas kedua tangannya untuk kemudian mengusapkannya ke tubuh yang sakit, atau membaca di air dan yang semisalnya, dan setelah membaca langsung meniup ke tubuh yang sakit tanpa meludah, yang keluar hanyalah udara disertai sedikit ludah.” [Risalatusy Syirki wa Mazhohiruhu, hal. 248]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
 

Sumber:
https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/710587755757376:0
http://sofyanruray.info/penjelasan-ulama-tentang-cara-meruqyah/

Wanita Yang Kedudukannya Sangat Agung Di Sisi Allah


Berkata Al Allaamah Muhammad Bin Abdul Wahhab Al Wushoby rahimahullah :

"ﻣﺎ ﺃﺟﻤـﻞ ﺍﻟﻤـﺮﺃﺓ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤــﺔ ﻭﻟـﻮ ﻛﺎﻧــﺖ ﻣﺜﻞ ﺍﻟﻔﺤﻤـﺔ،ﻟﻜﻨﻬــﺎ ﺻﺎﻟﺤــﺔ ﻣﺴﺘﻘﻴﻤــﺔ ﻋﻠـﻰ ﺃﻭﺍﻣــﺮ ﺍﻟﻠــﻪ،ﻣﻨﺰﻟﺘﻬــﺍ ﻋﻨـﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻈﻴﻤــﺔ،ﺗﻌﻴــﻦ ﺯﻭﺟﻬــﺎ ﻳﺎﻓــﻼﻥ ﻗــﻢ ﻓﻘــﺪ ﻧــﻮﺩﻱ ﻟﻠﺼــﻼﺓ؛ﻫــﺬﻩ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤــﺔ، ﻳﺎﻓــﻼﻥ ﻗــﻢ ﺃﻭﺗــﺮ؛ﻫــﺬﻩ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤــﺔ ﻳﺎﻓــﻼﻥ ﻳﺎﺃﺑــﺎﻓﻼﻥ ﻫــﻞ ﺻﻠﻴــﺖ ﺍﻟﻀﺤــﻰ؟، ﻗــﻢ ﻓﺼــﻞ ﺍﻟﻀﺤــﻰ،ﻭﻫﻜــﺬﺍ ﻋﻮﻧــﺎ ﻟﺰﻭﺟﻬــﺎ ﻋﻠــﻰ ﻃﺎﻋــﺔ ﺍﻟﻠــﻪ، ﻭﻫﻜــﺬﺍ ﺍﻟﺮﺟــﻞ ﻳﺠـﺐ ﺃﻥ ﻳﻜــﻮﻥ ﻋﻮﻧــﺎ ﻟﺰﻭﺟﺘــﻪ ﻋﻠـﻰ ﻃﺎﻋــﺔ ﺍﻟﻠــﻪ .

ﺍﻟﻤﺼﺪﺭ:
ﺭﺳﺎﻟــﺔ ﺍﻟﻤﻮﺳﻮﻣــﺔ ﺍﻟﻘﻴﻤــﺔ" ﻭﻣﺎﺧﻠﻖــﺖ ﺍﻟﺠـﻦ ﻭﺍﻹﻧــﺲ ﺇﻻﻟﻴﻌﺒــﺪﻭﻥ ﺻـــ١٧

Betapa cantiknya seorang wanita walaupun (kulitnya) seperti arang, akan tetapi dia wanita sholihah istiqomah di atas perintah-perintah Allah, kedudukannya disisi Allah sangat agung, dia senantiasa membantu suaminya (dengan ucapan) wahai fulan bangunlah, adzan telah dikumandangkan, inilah kesholihan, wahai fulan bangunlah laksanakan sholat witir, inilah kesholihan, wahai fulan, wahai abu fulan, apakah engkau sudah sholat dhuha.? bangkitlah sholat dhuha, demikianlah bentuk pertolongannya terhadap suaminya di atas ketaatan kepada Allah, dan lelaki ini wajib baginya menjadi penolong istrinya di atas ketaatan kepada Allah.

(Risalah, Wa Maa Kholaqtuljinna Wal Insa Illa liya' Buduun, hal. 17)

Ustadz Salman Mahmud hafizhahullah

_____________________________
Telegram Ahlussunnah Mamuju : https://goo.gl/jBBEpz

BAHAYA SIFAT HASAD


BAHAYA SIFAT HASAD

 قال حاتم _رحمه الله_ :

  رأيت الناس يتحاسدون،
  فنظرت في قوله تعالى :

      { نحن قسمنا بينهم معيشتهم }
   فتركت الحسد،
   ﻷنه اعتراض على قسمة الله.

 مختصر منهاج القاصدين_ ص: 28

Berkata Hatim Rahimahullah :

"Aku melihat manusia saling HASAD satu sama lain,
Kemudian aku menengok firman Allah Ta'ala :

                 { نحن قسمنا بينهم معيشتهم }

Kamilah yang membagikan rezki penghidupan di antara mereka [di dunia]".
(Surat : Az-Zukhruf : 32)

Maka aku pun meninggalkan sifat hasad, karena sesungguhnya sifat hasad merupakan bentuk "penolakan" terhadap pembagian yang telah di tetapkan oleh Allah Ta'ala.

(Lihat kitab : Mukhtashor minhaaj al-qoshidin, Hal : 8)

Ustadz Abu Abdillah Sahl hafizhahullah

------------------------------------------------------------------------

Berkata Ibnu Bathal rahimahullah :

من كان كثير الذنوب وأراد أن يحطها الله عنه بغير تعب؛ فليغتنم ملازمة مكان مصلاه بعد الصلاة، ليستكثر من دعاء الملائكة واستغفارهم له، فهو مرجوٌّ إجابته

 شرح البخاري: [٢/٩٥]

Barangsiapa yang banyak dosanya dan dia menginginkan Allah menghapus dosanya dengan tanpa susah payah, maka hendaknya dia menjaga untuk terus-menerus berada di tempat shalatnya setelah dia melakukan shalat, karena banyaknya do'a para malaikat dan permintaan ampun untuknya, dan hal tersebut sangat di harapkan terkabulnya.

[Syarhul Bukhari : (2/95)]
Ustadz Abul Husain Zaini hafizhahullah

SIAPA ITU THOGUT ?


SIAPA ITU THOGUT ?
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan: “Thoghut itu pengertiannya umum maka setiap apa yang diibadahi selain Allah & dia rela dgn peribadahan itu, baik berupa sesuatu yang disembah atau diikuti atau ditaati selain ketaatan kepada Allah & rosulNya adalah thoghut. Thoghut itu banyak dan kepalanya ada lima:

1. SEORANG PENGUASA DZOLIM YANG MERUBAH-RUBAH HUKUM ALLAH

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yg diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. 4:60

2. Syetan yang menyeru untuk beribadah kepada selain Allah, dalilnya adalah:
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu”, (QS. 36:60)

3. Orang yg memutuskan perkara dengan selain apa yg diturunkan Allah. Dalilnya adalah:
Barang siapa yg tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)

4. Orang yang mengaku mengetahui hal-hal yg ghoib selain Allah (Dukun)
(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. 72: 26 – 27)

5. Orang yg diibadahi selain Allah dan dia rela dengan ibadah itu
Dan barangsiapa diantara mreka mengatakan:”Sesungguhnya aku adalah ilah selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam, demikian Kami memberi balasan kepada orang-oramg zhalim. (QS. 21:29)

(Dinukil dr Risalah Ma’na Ath-Thoghut, tulisan Muhammad bin Abdul Wahhab, Yg terdapat dalam Majmu’atut Tauhid cet. Maktabah Ar-Riyadl Al-Haditsh, hal. 260)

Adapun Syaikh Sulaiman bin Samhan An-Najdi berkata: “Thoghut itu 3 macam: thoghut dalam hukum, thoghut dalam ibadah & thoghut dalam ketaatan & pengikutan.” (Ad-Duror As-Sunniyah VIII/277

Rabu, 16 Agustus 2017

ADAB DI MAJELIS ILMU


*ADAB DI MAJELIS ILMU*
Ketika hadir di majelis ilmu, hendaknya seorang memperhatikan adab-adab di majelis ilmu agar dia bisa memperoleh manfaat yang optimal serta keberkahan dari majelis ilmu tersebut. Cukup disayangkan, di masa kita ini banyak sekali tersebar majelis ilmu, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui bagaimana adab yang harus mereka perhatikan.
Untuk itu marilah kita simak beberapa adab menuntut ilmu yang tidak hanya bermanfaat bagi orang tua, namun juga bisa mereka biasakan pada diri anak-anak mereka.
1. Mengikhlaskan Niat
Hendaklah seseorang menghadiri majelis ilmu dengan niat yang ikhlas karena Allah dan untuk mengangkat kebodohan dari dirinya. Bukan karena ingin dipuji atau agar dipandang oleh orang lain sebagai seorang yang alim.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Hanya saja amalan itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya...” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Al Imam Ahmad pernah ditanya tentang niat menuntut ilmu. Beliau mengatakan, “Menuntut ilmu itu untuk mengangkat kebodohan dari diri sendiri dan dari orang lain.”
2. Mengenakan Pakaian yang Baik dan Berhias
Perhatikanlah keadaan malaikat Jibril ketika hadir di majelis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagaimana yang dikisahkan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu,
“Tatkala kami duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, tiba-tiba seorang laki-laki  datang,  berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. tidak terlihat pada dirinya bekas-bekas perjalanan jauh…” (HR. Muslim)
Dikisahkan pula dari Imam Malik bahwa ketika beliau kecil bahwa ibu beliau selalu mempersiapkan diri beliau sebelum menuntut ilmu.
Beliau mengatakan,
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’
Ibuku berkata, ‘Kemarilah! Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku pakaian yang bagus lali meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu.
Lalu beliau berpesan, ‘Sekarang,  tuntutlah ilmu kepada gurumu Rabi’ah! Pelajarilah adabnya sebelum engkau mengambil ilmunya!.”
3. Bersegera Datang Ke Majelis Ilmu Dan Tidak Terlambat
Suatu hal yang sering pula disepelekan oleh para penuntut ilmu, adalah semangat mereka dalam belajar. Banyak sekali ditemui di majelis-majelis ilmu banyak yang hadirnya terlambat. Gurunya sudah hadir tepat waktu, sedangkan majelisnya masih kosong. Para penuntut ilmu baru datang setelah kajiannya dimulai.
Harusnya seorang penuntut ilmu memahami bahwa yang membutuhkan ilmu itu adalah dirinya, bukan ustadznya. Dialah yang harusnya bersemangat. Hadir di majelis sebelum gurunya datang. Bukan sebaliknya, gurunya datang kemudian menunggu murid berkumpul.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma adalah salah seorang sahabat yang banyak menimba ilmu dari sahabat lainnya yang lebih senior. Suatu saat beliau pernah mendatangi salah seorang sahabat diwaktu siang untuk mendengar hadits darinya. Ternyata sahabat tersebut sedang istirahat siang. Maka Ibnu Abbas pun menunggu di depan pintu dan tertidur sampai mukannya terkena debu.
Ketika sahabat tersebut membuka pintu maka ia terkejut melihat kehadiran Abdullah bin Abbas.
Ia pun mengatakan, “Wahai anak paman Rasulullah, apa yang membuat engkau datang? Kenapa engkau tidak mengutus salah seorang agar aku mendatangimu?”
Ibnu Abbas menjawab, “Tidak, akulah yang lebih berhak mendatangimu. Telah sampai kabar kepadaku bahwa engkau mendengar suatu hadits dari Rasulullah, maka aku ingin mendengar langsung darimu. Ilmu itu didatangi, bukan malah mendatangi..”
Peristiwa ini menunjukkan kepada kita bahwa muridlah yang membutuhkan ilmu sang guru, jangan malah terbalik seolah-olah guru yang membutuhkan sang murid.
4. Berusaha Untuk Duduk Mendekat kepada Sang Guru
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu bahwa dia saat duduk di masjid dan para shahabat yang lain  telah berada di sekelilingnya lalu datanglah tiga orang memasuki majelis. Lalu dua orang menuju kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sementara yang lainnya  pergi meninggalkan majlis.
Keduanya berdiri di hadapan Rasulull
ah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian salah seorang dari keduanya melihat ada tempat kosong di tengah majelis lalu ia duduk padanya.
Sementara yang lain, duduk di bagian belakang, sedangkan yang ketiga berlalu pergi meninggalkan majelis. Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah selesai, beliau bersabda:
“Maukah kalian jika aku memberitahukan kalian tentang tiga orang ini? Adapun salah seorang dari mereka, maka ia kembali kepada Allah subhanahu wata’ala lalu Allah subhanahu wata’ala memberinya tempat. Adapun yang kedua, maka ia merasa malu maka Allah subhanahu wata’ala pun merasa malu darinya. adapun yang lain, maka ia berpaling, maka berpalinglah Allah subhanahu wata’ala darinya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Jadi hendaknya sang murid bersemangat mencari tempat yang terdekat dengan gurunya. Bukan malah menjauh, atau ingin enaknya saja mencari senderan di tiang-tiang atau dinding masjid.
5. Fokus dengan Apa yang Disampaikan sang Guru
Ini adab yang banyak dilalaikan. Di majelis ilmu, masih sering kita melihat orang-orang yang hadir sibuk dengan HP, ngobrol dengan temannya, atau sibuk dengan perkara lainnya.
Ketika belajar, seorang penuntut ilmu hendaknya mencatat pelajaran, faidah-faidah apa saja yang disampaikan oleh gurunya. Kalau dia mampu, dia salin juga dalil-dalil yang disebutkan oleh gurunya. Dengan demikian ilmu yang dia peroleh terdokumentasikan dengan baik, dan mudah baginya ketika ingin mengulang-ulang pelajaran.
Dahulu para salaf ketika menghadiri majelis ilmu, mereka tidak melakukan apa pun kecuali fokus dengan apa yang disampaikan oleh sang guru. Disebutkan bahwa di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum, tidak ada yang bangkit. Seakan-akan di kepala mereka ada burung atau seakan-akan mereka berada dalam shalat karena demikian khusyuknya mereka.
6. Selain Mengambil Ilmu, Hendaknya Mempelajari Adab sang Guru
Para salaf terdahulu, mereka tidak hanya mengambil ilmu dari guru mereka. Akan tetapi juga mengambil atau mempelajari gerak-gerik sang guru agar mereka bisa meneladi akhlaq dan adabnya.
Al Imam Adz Dzahabi rahimahullahu dalam Siyar A’lamin Nubala’ menceritakan bahwa dahulu yang menghadiri majelis Al Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis pelajaran sedangkan sisanya hanya mengambil contoh bagaimana adab dan kepribadian beliau.
7. Berusaha Melengkapi Catatan apabila Ketinggalan atau Tidak Bisa Hadir
Seseorang hendaknya menghadiri sebuah majelis sampai selesai. Kalau dia mampu hendaknya tidak meninggalkan majelis, agar faidah yang diberikan oleh sang guru bisa dia dapatkan semua.
Namun apabila ada urusan yang harus dia selesaikan atau dia tidak bisa menghadiri majelis karena alasan tertentu maka hendaknya dia melengkapi catatannya dari rekan-rekannya yang lain.
Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari bahwasaya Umar bin Al Khattab radhiyallahu berkata,
“Dahulu Aku dan tetanggaku seorang Anshar yang berasal dari bani Umayyah bin Zaid, kami saling bergantian mendatangi majelis Rasulullah. Ia datang pada suatu hari dan aku pada hari lainnya. Apabila aku yang menghadiri majelis, akan aku sampaikan kepadanya tentang wahyu dan penjelasan lainnya pada hari itu. Apabila ia yang datang, ia pun melakukan hal yang sama.”
Lihatlah bagaimana semangat Umar agar tidak tertinggal sedikitpun dari faidah yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Wallahu a’lam bisshawab, semoga yang sedikit ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua agar faidah dari majelis ilmu bisa kita peroleh seoptimal mungkin.
Jogjakarta, 11 Rabiul Akhir 1438 H – 10/01/2017
Akhukum fillah,
✏Wira Mandiri Bachrun.

HAKIKAT SYUKUR


HAKIKAT SYUKUR
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

على كل نعمة على العبد من الله في دين أو دنيا يحتاج إلى شكر عليها ثم للتوفيق للشكر عليها نعمة أخرى تحتاج إلى شكر ثان ثم التوفيق للشكر الثاني نعمة أخرى يحتاج إلى شكر أخر وهكذا أبدا فلا يقدر العبد على القيام بشكر النعم وحقيقة الشكر الاعتراف بالعجز عن الشكر

“Atas setiap nikmat dari Allah untuk seorang hamba, baik nikmat agama maupun dunia wajib disyukuri, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur maka itu adalah kenikmatan lain yang wajib disyukuri yang kedua, kemudian ketika ia dimampukan bersyukur yang kedua maka itu juga kenikmatan yang wajib disyukuri berikutnya, demikian seterusnya, seorang hamba tidak akan mampu mensyukuri semua kenikmatan, oleh karena itu hakikat syukur adalah pengakuan atas ketidakmampuan hamba dalam bersyukur.”
[Lathooiful Ma’aarif: 244]
Sumber: https://www.facebook.com/taawundakwah/posts/1904289526470516:0

Cahaya Ilmu Agama


Cahaya Ilmu Agama
Ilmu agama adalah cahaya, jangan padamkan cahaya dengan kemaksiatan!
Berkata Imam Syafi'i Rahimahullah:
Aku pernah mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau membimbingku untuk senantiasa meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa  ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan kepada pelaku maksiat.”
( Addaa wad dawaa: 124).

Ustadz Ali Basuki, Lc
_________________________________
Sahabat An-nashihah 88,2 FM  |
0822 11111 882 | an-nashihah.com

SEMPURNANYA KEINDAHAN ISLAM


SEMPURNANYA KEINDAHAN ISLAM
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata:

وإذا كـان إماطة الأذى عن الطريق صـــدقة، فــإن إلـقاء الأذى في الــطريق سيئـة.

"Dan jika menyingkirkan gangguan dari jalan merupakan shadaqah, maka sesungguhnya melemparkan gangguan di jalan merupakan keburukan (dosa)."

Syarh Riyadhish Shalihin, jilid 3 hlm. 37
WhatsApp Salafy Indonesia

Senin, 14 Agustus 2017

KEADAAN MANUSIA YANG MEMILIKI ILMU


KEADAAN MANUSIA YANG MEMILIKI ILMU

 Ilmu adalah pengetahuan tentang suatau perkara yang sesuai dengan keadaanNya
Ada yang mengilmui tentang perkara dunia, dan ada yang mengilmui tetang perkara agama
Dan diantara mereka tidak lepas dari tiga keadaan
1) Orang yang merasa sombong dengan ilmu yang dia miliki
2) Orang yang merendah diri dengan ilmu yang dia miliki
3) Orang yang merasa kurang dengan ilmu yang dia miliki

Orang yang merasa sombong dengan ilmuNya,
Hal ini kebanyakan menimpah dari mereka yang baru memdapatkan ilmu,
Apakah baru memiliki ilmu, ataukah baru mengajarkanNya,
Baru mendapatkan gelar,
Apakah gelar kedunia'an ataupun gelar keagama'an dengan ilmuNya
Dan kesombongan mereka kebanyakan disertai perendahkan kepada orang lain

Orang yang merendah diri adalah mereka yang paham hakikat ilmu yang dia dapati dari perkara dunia atau keagamaan
Mereka akan merendah diri karena sadar akan hal itu adalah karunia dari Allah dengan kekuasaanNya,
Kemudian mereka pahami hakikat ilmuNya adalah untuk merendah diri denganNya

Manusia yang merasa kurang dengan ilmuNya adalah mereka yang merasa kurang karena kenikmatan yang mereka rasakan dari ilmuNya tersebut
Apakah ilmu tentang agama ataupun ilmu tentang dunia
Inilah keadaan yang menimpah orang yang mengenal ilmu, apakah ilmu dunia ataupun ilmu agama, semua mereka merasakan hal demikian
Perhatikanlah perkataan "Abdullah bin al-Mubarak" tentang mereka yang memiliki ilmu agama
“Belajar ilmu(agama) itu mempunyai 3 tingkatan :
1) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong
2) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu
3) Barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahawa dia adalah orang yang belum mengetahui apa-apa.”
(Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim : 65)
Inilah nasehat indah dari seorang Imam Abdullah bin Al-Mubarak
Semoga bisa memberi manfaat kepada kita sekalian
Wallahu A'lam Bissowab

Abu Zubair Hafiizhahullah

Saluran 1 Radio An-Nashihah

Saluran 2 Radio An-Nashihah

Terbaru

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Berlangganan

Sign Up in Seconds

Dapatkan Artikel Terbaru Kami Melalui Email.

Powered By : Al-Haudh

Facebook

Youtube

 
//