ﻭاﻟﻤﺴﻨﻮﻥ ﻟﻠﺼﻔﻮﻑ ﺧﻤﺴﺔ ﺃﺷﻴﺎء:..
ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ: اﻟﺘﺮاﺹ ﻓﻴﻪ ﻭﺳﺪ اﻟﺨﻠﻞ ﻭاﻟﻔﺮﺝ, ﺣﺘﻰ ﻳﻠﺼﻖ اﻟﺮﺟﻞ ﻣﻨﻜﺒﻪ ﺑﻤﻨﻜﺐ اﻟﺮﺟﻞ, ﻭﻛﻌﺒﻪ ﺑﻜﻌﺒﻪ.
Yang disunnahkan dalam shaf ada 5 perkara,...
Sunnah yang kedua, merapatkan shaf dan menutup celah, sehingga seorang menempelkan pundaknya dengan pundak lainnya, dan mata kakinya dengan mata kakinya.
(Syarhul-Umdah, Sifatush-Shalãh:42)
Masih bilang tidak memiliki salaf..???
➡Adapun penisbatan kepada imam yang empat, maka saya cukupkan tanggapan dengan ucapan Syaikh Abul-Hasan Ar-Rahmani Al-Mubarakfuri rahimahullah dalam tanggapan poin kedua.
✅Tanggapan untuk poin kedua, yaitu "Bolehnya bahkan dianjurkan ada celah dalam shaf dengan celah yang kurang dari jarak yang cukup untuk 1 orang, jaraknya sekitar 4 jari atau sejengkal",
Saya katakan:
Justru ini yang TIDAK MEMILIKI SALAF....!!! Datangkan satu sahabat atau tabiin yang menetapkan apa yang anda tetapkan wahai ustadz.!
Saya kira anda tidak akan dapatkan kecuali hanya berpegang dengan pendapat sebagian ulama madzhab yang menyandarkanya ke imam empat.
➡Berkata Syaikh Abul-Hasan Ar-Rahmani Al-Mubarakfuri rahimahullah:
"Dan tafsirnya bahwa tidak boleh membiayarkan antara (2 orang dalam shaf) adanya celah yang cukup 1 orang adalah perkara yang memiliki sedikitpun dalil dari Naql (Al-Quran & Sunnah) dan tidak pula akal. Dan tidak ada pula sekecil qarinah atau atsar yang paling lemah sekalipun yang menunjukkan makna ini (yaitu tafsiran mereka). Jika seperti ini, maka tafsiran ini termasuk diantara perkara yang diada-adakan oleh sang muqallid yang menjadikan sunnah sebagai bid'ah, dan bid'ah "yaitu tidak menempelkan agar tidak ada celah dan tidak bersambung" menjadi sunnah.
Lalu sang muqallid tidak cukup sampai disitu, bahkan dia nisbahkan apa yang dia ada-adakan kepada Imam Fiqih yang empat.
Maka saya katakan: "MANA DALIL DARI SUNNAH DAN AMALAN SAHABAT TENTANG PENENTUAN JARAK ANTARA KAKI ORANG SHALAT YAITU UKURAN 4 JARI ATAU SEJENGKAL PADA KEADAAN SHALAT SENDIRIAN DAN BERJAMAAH..??
(Mir'ãtul-Mafãtîh:4/5)
Penjelasan beliau rahimahullah sangat jelas. Alhamdulillah.
✅Sebaik-Baik Perkara Adalah Yang Pertengahan
Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan; tidak meremehkan dan, dan tidak berlebih-lebihan. Maka dalam masalah ini hendaklah seorang berusaha untuk benar-benar merapatkan dirinya yaitu menempelkan apa yang bisa ditempelkan baik itu bahu, telapak kaki, atau mata kaki, sebisa mungkin tanpa memaksakan diri. Karena dengan ini akan terwujud shaf yang lurus, rapi, rapat, tanpa celah. Akan tetapi, hendaklah seorang tidak sampai membuat teman disampingnya terganggu, karena sebagian orang jika ditempelkan telapak kakinya akan merasa terganggu apalagi jika sampai kakinya ditekan dengan kuat saat menempelkannya. Sehingga orang yang disamping mengangkat kakinya, sedangkan dia pun melebarkan kakinya, dan yang terjadi adalah adanya celah bagian atas karena bagian kaki teralu lebar. Jadilah dia orang yang ingin menerapkan sunnah tapi saat bersamaan meninggalkan sunnah juga. Dan yang lebih parah lagi sebagian orang membatalkan shalatnya dan pindah ke shaf lain karena hal ini.
Sebagai penguat apa yang penulis katakan di atas, simak ucapan para ulama berikut:
➡Berkata Syaikh Abul-Hasan Ar-Rahmani Al-Mubarakfuri rahimahullah:
"Yang zhahirnya bahwasanya seorang merenggangkan kakinya ketika berjamaah dengan ukuran yang memudahkannya menutup celah dan rongga, dan menempelkan bahunya dengan bahu temannya, kakinya dengan kaki temannya, TANPA MEMAKSAKAN DIRI DAN BERSUSAH PAYAH."
(Mir'ãtul-Mafãtîh:4/5)
➡Al-Imam Abdul-Aziz ibn Baz rahimahullah ditanya:
Saya mendengar bahwa wajib atas setiap orang yang shalat dalam satu shaf agar telapak kakinya saling bersentuhan (menempel) dengan yang lainnya yang shalat di sampingnya. Apakah hal ini telah datang (dalam sunnah) wahai Syaikh yang Mulia?
Jawab:
Telah datang sunnah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau memerintahkan untuk merapatkan shaf, dan beliau memerintahkan para shahabat untuk saling merapatkan dalam shaf, dan menutupi celahnya. Dan ketika itu sebagian shahabat menempelkan telapak kakinya pada telapak kaki temannya sehingga tidak ada celah. Akan tetapi, tidak ada padanya saling menekan (kaki) dan menyakiti. Dia mendekat kepada teman disampingnya sehingga tidak ada celah. Yang sunnah adalah shaf itu rapat tidak ada celah, inilah sunnah.
Adapun menekankan (telapak kakinya) pada telapak kaki saudaranya maka ini tidak harus, yang terpenting adalah menutupi celah. Karena sebagian orang tidak bisa mentolelir jika orang lain menempelkan kakinya padanya. Jadi, hendaklah (telapak kakinya) berada di samping telapak kaki saudaranya tanpa harus menekan dan tanpa menyakiti, akan tetapi tidak ada celah (dalam shaf).
(Lihat Fatawa Nur Ala-Darb Libni-Baz: Syarith:386 soal no.43)
➡Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad ibn Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ditanya:
Sebagian orang yang shalat karena takut adanya celah antara dirinya dengan orang yang disampingnya ketika shalat, maka dia menempelkan ujung jari kakinya pada orang yang disampingnya, kami mohon nasehatnya!
Beliau menjawab:
Sebagian orang mengira bahwa makna perkataan shahabat _radhiyallahu anhum_: “salah seorang di antara kami menempelkan bahunya pada bahu temannya, telapak kakinya pada telapak kaki temannya.” bahwa yang terpenting adalah menempelkan mata kaki. Maka engkau lihat dia tempelkan kakinya kemudian dia berusaha juga untuk menekannya, karena mata kaki tidak mungkin menempel pada mata kaki lainnya kecuali dengan ditekan. Jika dibiyarkan secara tabiat maka tidak mungkin (bisa menempel)…
Kemudian beliau berkata:
Akan tetapi, sebagian orang engkau dapatkan dia berusaha menempelkan mata kakinya pada mata kaki temannya dan bagian atasnya (bahu) tetap ada celah, karena dia membuka kakinya yang secara otomatis akan terbuka jarak antara bahu.
Dan yang sunnah adalah merapatkan dan meluruskan shaf sebisa mungkin dan tidak menyakiti (mengganggu), Karena merapatkan shaf yang menyakiti juga tidak diragukan lagi adalah tidak disyariatkan. Merapatkan shaf yang dengannya tertutupi celah adalah yang diinginkan (dalam syariat).
(Lihat Majmu Fatawa wa Rasāil:13/52-53)
➡ dan berkata Syaikh Al-Allamah Zaid ibn Muhammad Al-Madkhali rahimahullah:
Tata cara yang sunnah lagi syar'i ketika merapatkan shaf yaitu dengan menempelkan mata kaki seorang dengan mata kaki saudaranya, pundaknya dengan pundaknya, dan menutup celah dan rongga tanpa membuat sempit orang-orang shalat dan tanpa bermudah-mudahan dalam merapatkan, tapi hendaklah pertengahan dan sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan. Wallahu A'lam.
(Al-Aqdu Al-Munaddhad Al-Jadid, dengan perantara: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=2671&r=1)
Kesimpulan:
Hendaklah seorang muslim berusaha sebisa mungkin merapatkan shafnya tanpa memaksakan diri, jika bisa ditempelkan bahu dan kaki maka itu yang diinginkan, jika tidak maka jangan dipaksakan, apalagi jika sampai menekan kaki dan membengkokkannya yang membuat orang lain terganggu.
Semoga Allah memberikan kita kekuatan dalam menerapkan sunnah NabiNya shallallahu alaihi wasallam.
الحمد لله رب العالمين
وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
15 Ramadhan 1439,
Muhammad Abu Muhammad Pattawe,
Darul-Hadits Ma’bar-Yaman.
0 komentar:
Posting Komentar